Anthoni Salim Cuan di Grup Bakrie, Boncos di Indofood

Pasca masuknya konglomerat Anthoni Salim, emiten batu bara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mencatat laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk meroket 473,7% hingga kuartal III-2022. Laba bersih senilai US$ 365,4 juta atau setara Rp 5,72 triliun hingga September 2022, melesat jauh dibandingkan dengan September 2021 yang sebesar US$ 63,7 juta.
Mengutip keterangannya, laba tersebut didorong total penjualan yang naik signifikan per September 2022 sebesar 109,3% mencapai US$ 1,39 miliar atau setara Rp 21,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 666,18 juta.
Meningkatnya penjualan emiten kongsi Grup Bakrie dan Salim ini didorong oleh penjualan batu bara yang mendominasi total penjualan, yaitu sebesar US$ 1,38 miliar hingga sembilan bulan tahun ini. Sedangkan, penjualan emas BUMI ke pihak ketiga mencapai US$ 7,2 juta, dan jasa sebesar US$ 1,1 juta.
Sejalan dengan kenaikan laba bersih, laba per saham dasar BUMI juga naik menjadi US$ 3,11 per saham dari sebelumnya US$ 0,87 per saham. Laba ini mencerminkan jumlah laba untuk setiap saham biasa yang beredar di setiap pemegang saham.
Pemegang saham BUMI, termasuk Anthoni Salim melalui kendaraan investasinya, juga berpotensi cuan dari dividen. Tentu, jika BUMI mulai menebar nilai tambah ini bagi pemegang saham.
Pasalnya, BUMI belum bisa membagikan dividen karena masih dalam posisi defisiensi modal sebesar US$ 133,47 juta. Setidaknya, manajemen sudah menjadikan rencana pembagian dividen sebagai prioritas.
Anthoni Salim juga belum bisa menikmati keuntungan dividen dari PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Perusahaan kembali mencatat laba bersih US$ 6,46 juta atau setara sekitar Rp 100,13 miliar di kuartal III-2022.
Itu juga sudah kesekian kalinya BRMS mencetak laba bersih. Lantas, mengapa BRMS tak kunjung membagikan dividen meski sudah beberapa kali untung?
Menurut Direktur BRMS Herwin Hidayat, sejak initial public offering (IPO) 2010, BRMS baru mulai berproduksi pada 2019. Selama itu pula operasional perusahaan tetap berjalan.
Imbasnya, semua beban operasional, beban pokok dan beban lainnya untuk menjalankan operasi menjadi net loss. Net loss yg terakumulasi ini dibukukan sebagai retained earnings yang defisit.
"Peraturan undang-undang PT nomor 40 2007 melarang perusahan membagikan dividen meski sudah profitable, tapi kalau retained earnings nya masih defisit tidak boleh membagikan dividen," ujarnya.
[Gambas:Video CNBC]
(dhf/dhf)