Demo di China Gak Ngaruh, IHSG Hijau Tipis-tipis

Putra, CNBC Indonesia
29 November 2022 09:18
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan pada perdagangan pagi ini, Selasa (29/11/2022).

IHSG dibuka merah tipis di 7.017,31 tetapi lanjut naik 0,13% ke 7.026,43 pada 09.13 WIB dengan nilai transaksi mencapai Rp 1,2 triliun pagi ini.

Aksi protes besar-besaran di China terkait kebijakanzero Covid masih menjadi perhatian para pelaku pasar pagi ini.

Awal mula, terjadinya kebakaran yang mematikan pada Kamis pekan lalu di Urumqi yang menewaskan 10 orang. Sehingga banyak warga yang menyalahkan penguncian Covid-19 karena telah menghambat upaya penyelamatan meski pihak berwenang menyangkal klaim tersebut.

Kemudian, hal tersebut memicu aksi protes yang mulai digelar pada Minggu (27/11/2022), di mana ratusan orang turun ke jalan-jalan di kota-kota besar negara Panda tersebut. Bahkan, Wall Street Journalpun melaporkan bahwa para pendemo juga menuntut Sang Penguasa, Xi Jinping turun.

Strategi China menekan kasus Covid-19 saat ini memicu frustrasi publik.AFPmenulis, bagaimana banyak warga lelah dengan penguncian cepat, karantina yang lama, dan kampanye pengujian massal.

Dari jalan-jalan di beberapa kota China hingga lusinan kampus universitas, pengunjuk rasa menunjukkan ketidaktaatan sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak pemimpin Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu.

Kondisi pandemi Covid-19 yang kembali mengkhawatirkan membuat pemerintah China terus memberlakukan kebijakanZero Covid. Per Sabtu lalu, China melaporkan 39.791 infeksi Covid-19 baru, di mana 3.709 di antaranya bergejala dan 36.082 tidak menunjukkan gejala.

Rekor tersebut bahkan belum termasuk angka infeksi impor, dimana China melaporkan 39.506 kasus lokal baru, 3.648 di antaranya bergejala dan 35.858 tidak bergejala, naik dari 34.909 sehari sebelumnya.

Aksi tersebut memicu kekhawatiran bahwa ketegangan akan berdampak kepada ekonomi China. Maklum saja, China merupakanmesin utama pertumbuhan ekonomi dunia dengan kontribusi mencapai 18,6% terhadap produk domestik bruto (PDB) global pada 2021 yang sebesar USD 96,3 triliun-mengalahkan Amerika Serikat.Ini membuat kesehatan ekonomi negeri Tirai Bambu itu menjadi penting bagi seluruh negara di dunia.

Dengan ukuranporsi PDB segitu, tak heran perlambatan ekonominya akan memperlambat perekonomian seluruh negara. Salah satunya, perlambatan ekonomi China akan memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian partner dagang utama mereka yakni AS.

Potensi permintaan ekspor di AS akan melambat dan sebaliknya.Ini memukul permintaan industri utama AS seperti, pesawat terbang, otomotif, hingga makanan, sehingga dapat menjadikan defisit perdagangan AS semakin besar.

Selain sektor riil, perlambatan ekonomi China juga mempengaruhi pasar obligasi AS, dimana ini mengurangi peluang pemerintah AS untuk dapat menerbitkan utang baru. China adalah investor kedua terbesar pada surat utang pemerintah AS, dimana perlambatan ekonominya membuat kemampuan atau permintaan terhadap surat utang AS juga turun.


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular