Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,39% pada perdagangan terakhir, Jumat (25/11/2022) ke posisi 7.053,15. IHSG hanya menguat dua hari pada pekan ini dan secara keseluruhan melandai 0,41%.
Indeks masih terjebak dalam pola sideways di rentang 7.000-7.100. Untuk pekan depan, investor perlu lebih waspada. Pasalnya, banyak agenda dan sentimen yang datang dari dalam maupun luar negeri yang bisa menggerakkan pasar.
Agenda terpenting pada akhir November adalah Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) 2022 yang akan digelar pada Rabu (30/11/2022). Pertemuan tahun ini akan bertajuk Sinergi dan Inovasi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Menuju Indonesia Maju.
Pertemuan yang dihadiri ratusan bankir dan pelaku industri keuangan tersebut memiliki dua agenda penting yakni mendengarkan pidato Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, dan Gubernur BI Perry Warjiyo.
Presiden biasanya akan menyampaikan pernyataan dan pandangan ekonominya untuk tahun ini dan tahun depan. Menarik ditunggu apakah Presiden Jokowi akan menyampaikan pandangannya mengenai kebijakan moneter BI yang agresif.
Pada pertemuan tersebut, Gubernur BI juga akan menyampaikan sejumlah target dan sasaran BI untuk tahun depan mulai dari pertumbuhan ekonomi, kredit, hingga laju inflasi.
BI juga akan memaparkan agenda terpenting mereka untuk setahun ke depan, baik kebijakan moneter maupun prudensial mereka.
Pada Rabu pekan ini, Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell juga akan berpidato mengenai kebijakan moneter dan tenaga kerja di Hutchins Center.
Setelah risalah pertemuan The Fed keluar pekan ini dan mengisyaratkan pelonggaran moneter, publik kini menunggu pernyataan dari Powell secara langsung.
Pernyataan Powell pada acara tersebut hampir dipastikan akan mempengaruhi market mengingat besarnya pengaruh kebijakan The Fed di pasar keuangan global.
Pada hari yang sama, AS akan mengeluarkan data Lowongan Kerja dan Survei Perputaran tenaga Kerja (JOLTS) untuk Oktober 2022.
Jika data tenaga kerja masih belum membaik maka pelaku pasar kemungkinan akan semakin meyakini jika pelonggaran moneter The Fed semakin dekat.
Pada Kamis pekan depan (1/12/2022), Badan Pusat Statistik (BPS) juga akan merilis data inflasi untuk November 2022.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu IV November 2022, inflasi November diperkirakan mencapai 0,18% (month to month). Kondisi ini berbanding terbalik dengan deflasi 0,11% pada Oktober.
Komoditas utama penyumbang inflasi adalah telur ayam ras, tomat, daging ayam ras, air kemasan, emas perhiasan, rokok kretek filter, beras, hingga minyak goreng.
Laju inflasi November akan menjadi perhatian pelaku pasar karena akan menjadi pertimbangan BI dalam menentukan suku bunga pada Desember mendatang.
Secara year on year (yoy), inflasi pada Oktober 2022 mencapai 5,71% atau melandai dibandingkan September yang tercatat 5,95%.
BI dalam pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 5,6% pada akhir tahun ini. Proyeksi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan awal yakni 6,3%. Bila inflasi melandai maka ada harapan BI akan mengerem kebijakan moneter agresifnya.
Pada hari yang sama yakni Kamis, S&P Global juga akan merilis kondisi manufaktur dalam bentuk laporan Purchasing Manufacturing Index (PMI).
PMI Indonesia melambat ke 51,8 pada November 2022 dari 53,7 pada Oktober. Menarik ditunggu apakah PMI akan kembali melambat pada November sebagai sinyal perlambatan penerimaan atau kembali melonjak.
S&P Global juga akan merilis data PMI untuk benua Asia. Indeks PMI China akan menjadi sorotan utama. Caixin China General Manufacturing PMI sudah berada di bawah 50 atau fase non-ekspansif selama tiga bulan beruntun dari Agustus- Oktober 2022.
Indeks dipekirakan masih akan melambat karena melonjaknya kasus Covid-19 di China pada bulan ini. Perlambatan manufaktur China akan menjadi alarm bagi negara-negara yang menggantungkan ekspornya ke China, seperti Indonesia dan Korea Selatan.
Di Amerika Serikat, PMI akan mengkonfirmasi perlambatan tajam dalam pertumbuhan aktivitas bisnis selama November. PMI AS menyusut ke 47,6 pada Oktober 2022. Indeks jatuh ke bawah 50 untuk pertama kalinya sejak awal pandemi 2020 lalu.
Selanjutnya dari kawasan euro, laporan inflasi akan dirilis Kamis pekan depan termasuk untuk Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol. Tingkat inflasi tahunan di kawasan Euro menjadi perhatian karena akan menentukan kebijakan moneter European Central Bank (ECB). Inflasi pada kawasan tersebut meningkat ke level tertingginya pada Okotber 2022 ke 10,6% (yoy).
Terakhir, investor juga perlu memantau perkembangan data tenaga kerja di AS untuk November. AS akan merilis data tenaga kerja November pada Jumat pekan depan.
Tingkat pengangguran AS meningkat ke 3,7% pada Oktober 2022 dari 3,5% pada September. Jika data tenaga kerja AS memburuk maka ekspektasi pelonggaran kebijakan The Fed akan semakin meningkat.
TIM RISET CNBC INDONESIA