Saat BI Bergerak Agresif: Kerek Bunga 175 Bps Dalam 4 Bulan!
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) bergerak agresif menaikkan suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate (BI-7DRRR). Dalam kurun waktu empat bulan hingga November 2022 saja BI sudah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 175 basis poin (bps) hingga kini bertengger di level 5,25%.
Agresifitas BI menaikkan suku bunga acuan itu dimulai sejak Agustus 2022 dengan kenaikan sebesar 25 bps dari Februari 2021 yang besarannya ditahan di level 3,5%. Lalu, dalam waktu 3 bulan berturut-turut sejak September - November 2022 kenaikannya konsisten 50 bps.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan suku bunga acuan ini ditujukan untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang kini masih tinggi. Selain itu demi memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023.
Kebijakan ini juga ditujukan demi memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya. Sebab, saat ini mata uang dolar AS terus menguat dan ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran," ujar Perry saat mengumumkan hasil rapat dewan gubernur bulanan, Kamis (17/11/2022).
Berdasarkan catatan tim riset CNBC Indonesia, suku bunga acuan 5,25 persen ini menyamai posisi BI-7DRRR pada September 2019 lalu.
Kenaikan suku bunga acuan 150 bps dalam kurun waktu tiga bulan pada 2022 adalah yang paling agresif sejak 2005 atau tahun pertama di mana BI mengenalkan kebijakan moneter sebagai kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF)) pada 1 Juli 2005.
Kubu MH Thamrin juga tercatat pernah menaikkan suku bunga secara agresif pada 2008, 2013, dan 2018. Namun, suku bunga dinaikkan secara bertahap kala itu dan belum pernah dikerek sebanyak 50 bps dalam tiga bulan beruntun seperti saat ini.
Pada 2008, kebijakan suku bunga agresif ini terutama dilakukan untuk meredam inflasi yang melambung setelah kenaikan harga BBM subsidi. Suku bunga dinaikkan 25 bps menjadi 8,25% pada Mei 2008 setelah ditahan di level 8% sejak 6 Desember 2007.
Setelah Mei, BI terus menaikkan suku bunga acuan 25 bps setiap bulan dan baru menahannya pada November 2008. Sepanjang Mei-Oktober 2008 atau enam bulan, BI mengerek suku bunga hingga 150 bps sampai menyentuh 9,50%.
Pada 2013, BI juga kembali memberlakukan kebijakan moneter ketat dengan menaikkan suku bunga secara kumulatif 175 bps dalam rentang tujuh bulan. Suku bunga naik dari 5,75% pada Mei menjadi menjadi 7,50 % pada Desember 2013.
Kebijakan ketat kembali diberlakukan BI pada 2018 sebagai langkah pre-emptive dan ahead the curve mengantisipasi kebijakan ketat suku bunga global. Selain itu untuk mengurangi tekanan pada defisit transaksi berjalan. BI secara keseluruhan mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps dalam kurun waktu tujuh bulan, dari 4,25% pada April 2018 menjadi 6,0% pada November 2018.
Dengan tren kebijakan moneter yang diterapkan BI saat ini, kalangan ekonom memperkirakan, peluang BI untuk menaikkan suku bunga acuannya masih terbuka lebar ke depannya. Seiring dengan masih kuatnya sinyal sikap hawkish dari bank sentral negara-negara maju, khususnya bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve yang juga dilakukan untuk meredam tekanan inflasi di negara itu.
"Ruang bagi BI untuk tetap menaikkan BI-7 day reverse repo rate hingga kuartal I - 2023 tetap terbuka," kata Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman dikutip dari analisisnya.
Kebijakan moneter ketat yang ditempuh BI saat ini pun tak terelakkan. Sebab, kata Faisal, kondisi ketidakpastian di pasar keuangan global juga masih kuat hingga dapat menyebabkan aliran modal asing keluar dari Tanah Air. Ini memberikan risiko terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah dan tekanan inflasi impor.
"Secara keseluruhan, sebagaimana langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking, kami memperkirakan BI akan melanjutkan peningkatan BI-7DRRR ke posisi 5,50% sampai dengan akhir 2022 dan mencapai puncaknya pada 2023 sebesar 5,75 persen yang kemungkinan terjadi di semester I - 2023," tutur Faisal.
(cha/cha)