Pantas Saja Dolar AS Enggak Betah di RI, Ini Biang Keroknya!

News - Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
17 November 2022 18:30
Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan November 2022. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia) Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan November 2022. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengungkapkan penyebab utama keringnya dolar Amerika Serikat di Indonesia, meskipun kinerja ekspor masih tumbuh cukup tinggi dan berpotensi menjadi devisa hasil ekspor (DHE) bagi Indonesia.

Kata Destry, penyebab utama permasalahan itu adalah sudah makin tidak menariknya insentif pajak yang diberikan untuk DHE. Akibatnya, para eksportir menjadi lebih memilih memegangnya sendiri karena tren penguatan indeks dolar.

"Masalahnya dana itu tidak lama tertampung di rekening khusus itu, padahal sudah ada insentif pajak di situ," kata Destry saat konferensi pers secara virtual, Kamis (17/11/2022)

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21 Tahun 2019, rekening khusus untuk menampung DHE itu sudah dibentuk di perbankan. Dalam rekening itu pun sudah diterapkan insentif pajak berdasarkan PP 123 tahun 2015.

Destry berujar, insentif pajak yang diberikan sifatnya progresif. Semakin lama diendapkan di perbankan semakin berkurang pajak yang dikenakan. Bahkan besaran tarifnya pajaknya bisa mencapai nol persen alias gratis.

"Sebagai contoh kalau ditempatkannya 1 bulan maka pajaknya hanya 10 persen, kalau 3 bulan pajak 7,5 persen, kemudian kalau 6 bulan pajaknya 2,5 persen, dan di atas 6 bulan pajaknya 0 persen," ujar Destry.

Tapi hingga saat ini Destry mengakui dolar AS mengering di Indonesia meskipun adanya insentif tersebut, serta kinerja ekspor yang masih tumbuh tinggi hingga neraca perdagangan telah surplus 30 bulan berturut-turut.

Usut punya usut, ternyata kata Destry eksportir kini tidak tertarik dengan insentif itu, meskipun mereka patuh untuk menempatkan dolar hasil ekspor ke perbankan. Akibatnya, mereka hanya sebentar saja menyimpan dolarnya hasil ekspornya di perbankan.

"Ternyata setelah kita telaah memang rewardnya itu atau interest ratenya kalah kompetitif. Jadi ini sudah masalah kompetisi," ujar dia.

Dalam kondisi normal, Destry mengatakan, besaran tarif insentif pajak yang diberikan lebih rendah dari itu pun sebetulnya membuat para eksportir tertarik membenamkan dananya lama-lama di perbankan. Tapi di tengah kondisi minimnya dolar di pasar internasional, maka rate insentif pajak kini jadi tidak menarik.

"Pada kondisi normal mungkin diberikan rate relatif di bawah peer group kita itu masih oke, tapi saat sekarang dolar shortage dan negara-negara lain juga berusaha menarik, sehingga dengan rate yang diberikan perbankan tidak kompetitif," kata Destry.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Pengusaha Menjerit! Cari Dolar di RI Sulit Minta Ampun


(cha/cha)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading