3 Bank Kurang Modal Kejepit Waktu, Obral Atau Kawin Paksa!

Ayyi Hidayah, CNBC Indonesia
17 November 2022 08:40
Ilustrasi Kantor Pusat PT. Prima Master Bank. (Tangkapan layar Google maps)
Foto: Ilustrasi Kantor Pusat PT. Prima Master Bank. (Tangkapan layar Google maps)

Jakarta, CNBC Indonesia - Satu setengah bulan jelang batas waktu penambahan modal inti bank menjadi Rp 3 triliun, ternyata masih ada 3 bank yang belum menyampaikan rencana aksi korporasinya demi memenuhi ketentuan tersebut.

Jika sebagian besar bank yang telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) kompak menggelar rights issue untuk menambah modal inti, segelintir bank lain lebih memilih akuisisi sebagai langkah penyelamatannya.

Masuknya investor baru, baik melalui skema akuisisi maupun private placement diharapkan bisa menjadi jalan keluar dari ancaman downgrade menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau likuidasi.

Diketahui ada 2 bank yang hingga kini belum menyampaikan action plan mereka demi memenuhi ketentuan modal inti bank tersebut. Ketiganya adalah Bank SBI Indonesia, dan Bank Prisma Master.

Mengingat waktu yang sudah semakin dekat, sepertinya opsi banting harga kepada peminat untuk diakuisisi akan menjadi pilihan yang paling rasional bagi ketiganya. Namun, hingga kini belum ada rencana konkret yang diungkap ketiganya ke publik. Opsi kawin paksa pun mengemuka seperti halnya disampaikan regulator yang akan melakukan merger paksa.

Bank SBI Indonesia sendiri dikendalikan oleh State Bank of India (SBI) dengan kepemilikan saham 99,34% menjadi salah satu bank yang belum diketahui akan melakukan penambahan modal dengan skema apa.

Bank ini setidaknya masih harus menambah modal Rp 900 miliar di sisa tahun ini agar tak mendapat sanksi dari regulator.

Sedangkan untuk Bank Prima Master memiliki modal inti Rp 258 miliar per Juni 2022. Tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa Bank Prima Master sedang dibidik oleh bank asing.

"Bank Prima Master sudah masuk pipeline untuk diakuisisi bank besar dari asing," kata Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto pada 1 Mei 2021.

Sementara Bank Index Selindo, diinformasikan tengah melakukan transformasi digital demi mempermudah dan mempercepat akses nasabah. Di samping itu, transformasi digital dilakukan untuk memperluas layanan keuangan.

Manajemen Bank Index menyebutkan bahwa dalam menjajaki layanan perbankan digital, pihaknya telah menyiapkan modal inti sebesar Rp 2 triliun. Di mana modal tersebut terkumpul sejak 2021 dengan bergabungnya beberapa investor baru.

Adapun pengumpulan modal tersebut sejalan dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan lembaga keuangan memiliki modal inti sebesar Rp 3 triliun untuk memenuhi kebutuhan transformasi digital.Dalam pemenuhan modal inti, Pemegang Saham Bank Index berkomitmen akan memenuhi modal Rp 3 triliun sesuai tenggat waktu yang ditentukan oleh regulator.

"Regulasi-regulasi yang berlaku mendorong Bank Index menerapkan berbagai strategi dalam melakukan transformasi digital. Antara lain membuat perencanaan secara komprehensif untuk meningkatkan value Bank Index, melakukan investasi terhadap teknologi dan sistem yang dibutuhkan untuk mendukung transformasi digital, dan mempersiapkan SDM yang capable dan penyesuaian struktur organisasi," ungkap Bank Index dikutip, Senin (14/11/2022).

Kemudian melakukan pembenahan dalam tata kelola perusahaan untuk disesuaikan dengan transformasi digital serta melakukan peningkatan berkelanjutan.

Bank Index menegaskan transformasi digital menjadi salah satu strategi pengembangan bisnis untuk menopang perkembangan bisnis Bank Index. Di mana dalam waktu dekat, pihaknya akan meluncurkan layanan online onboarding, virtual account, virtual card, dan lain-lain.

Di sisi lain, satu bank non terbuka yang awalnya juga harap-harap cemas, Bank Victoria Syariah akhirnya dipinang oleh PT Victoria Investama Tbk (VICO). Perseroan membeli sebanyak 288 juta lembar saham atau 80% porsi kepemilikan pada PT Bank Victoria Syariah senilai Rp288 miliar dari PT Bank Victoria International Tbk (BVIC).

"Transaksi ini diharapkan dapat mendukung bisnis utama sebagai bank umum konvensional dan tidak perlu lagi melakukan kegiatan pengawasan atas kepemilikan sahamnya di anak usaha bank syariah," tulis manajemen BVIC.

Untuk diketahui, VICO saat ini menjadi pemegang saham pengendali (PSP) BVIC dengan porsi kepemilikan mencapai 44,38%.

Sementara itu, VICO akan melakukan Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau right issue dengan melepas sebanyak 10 miliar saham bernominal Rp 100 per lembar.

Rencananya, dana hasil aksi korporasi itu peruntukan memperkuat struktur permodalan Perseroan dan/atau entitas anak, investasi pada efek atau surat berharga serta sebagai modal kerja Perseroan.

Patut diketahui, OJK menegaskan tidak ada perpanjangan waktu untuk pemenuhan syarat ini. Pihak regulator berharap pada akhir tahun ini semua bank dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum yang telah disyaratkan.

OJK juga sudah menyiapkan sejumlah skenario jika modal inti tak kunjung terpenuhi hingga batas waktu yang ditentukan. Setidaknya, ada tiga opsi yang bisa ditempuh, yakni downgrade ke BPR, merger paksa atau likuidasi.


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Bank Ini Tak Mampu Penuhi Modal, Turun Kelas Jadi BPR

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular