Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BEI) tengah memasang sikap agresif untuk mengerek suku bunga acuan. Setelah sebelumnya sempat dinaikkan, BI beberapa waktu lalu kembali mengerek BI 7-day reverse repo rate.
Suku bunga acuan dikerek 50 basis poin (bps). Sehingga, suku bunga acuan saat ini ada di level 4,75%.
Namanya juga acuan. Dus, bunga BI menjadi pegangan industri perbankan untuk menetapkan bunga kreditnya. Cepat atau lambat, bunga kredit bank bakal mengalami penyesuaian.
Bank Tabungan Negara (BBTN)
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menyebut, kenaikan suku bunga acuan adalah hal yang wajar. Namun, respon setiap bank berbeda.
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo menjelaskan, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) bukan satu-satunya faktor bank untuk segera mengerek bunga kredit. Dalam menaikkan bunga, BTN masih memperhatikan komponen lain, yaitu likuiditas dan persaingan pasar.
"Kalau hal-hal tersebut sudah muncul pasti kita naikkan bunga, tapi tidak serta-merta. Saat ini di BTN, bunga deposito sudah naik, tabungan nampaknya tidak, kredit akan segera tertransmisi," jelas Haru dalam Paparan Kinerja Kuartal III 2022, di Jakarta, Kamis (27/10/2022).
Ia menambahkan, BTN beberapa waktu lalu sudah banyak memberi diskon dari Hari Kemerdekaan RI hingga ulang tahun BTN. Ke depan, menurut Haru, pihaknya akan memperpendek masa diskon untuk menyeimbangkan biaya bunga KPR yang tinggi dengan permintaan dari sisi kredit.
"Kalau boleh secara singkat, ya, kenaikan BI Rate akan menyesuaikan, kalo bunga simpanan naik, pinjaman naik," tegas Haru.
Bank Mandiri (BMRI)
Di tengah kenaikan suku bunga dan inflasi, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masih mengkaji dan melihat potensi kenaikan bunga. Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan sebelum menaikan bunga banyak hal yang perlu dipertimbangkan.
"Banyak hal yang dipertimbangkan, termasuk kesehatan keuangan debitur yang berdampak pada kualitas kredit dan tingkat permintaan kredit market," jelas Sigit dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 26 Oktober 2022.
Namun Sigit tidak menafikan kalau secara jangka pendek, Mandiri akan ikuti tren suku bunga yang masih menanjak. Seperti diketahui, pasca kenaikan suku bunga acuan, perbankan kompak menaikkan suku bunga kredit. Salah satu yang menjadi perhatian tentunya adalah kredit konsumer, seperti KPR atau KKB.
"Wholesale akan ikuti tren bunga acuan. Sedangkan bunga fix ini tidak sensitif terhadap kenaikan bunga," tegas Sigit.
Mandiri, memprediksi tahun depan ekonomi akan lebih menantang dibanding 2022. Meski begitu, BMRI optimis bisa tumbuh di atas industri baik kredit maupun DPK.
Sigit menjelaskan secara strategi akan tetap meneruskan strategi yang dijalankan selama dua tahun terakhir ini dan menertuskan pertumbuhan value chain wholesale di ekosistem BMRI.
"Kami terapkan tumbuh agresif namun prudent dengan terapkan strategi loan flow transcation," pungkas Sigit.
Bank Negara Indonesia (BBNI)
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) berencana menaikan suku bunga kredit, untuk Kredit Pemilikian Rumah (KPR) misalnya diperkirakan akan naik dalam enam bulan ke depan.
Adapun saat ini, Pemimpin Divisi Manajemen Produk Konsumer BNI Teddy Wishadi mengatakan, masih mempertimbangkan kenaikan bunga.
"Mungkin untuk KPR dalam tiga hingga enam bulan ke depan, menunggu bunga simpanan naik dahulu secara bertahap," jelas Teddy kepada CNBC Indonesia, Jumat (21/10/2022).
Adapun mengutip lama resmi BNI, suku bunga kredit atau lending rate per 30 September 2022 untuk kredit konsumsi, yaitu KPR sebesar 7,25% per tahun, sedang konsumsi non KPR sebesar 8,75% per tahun.
Sementara itu, kredit korporasi sebesar 8% dan kredit ritel 8,25%.
Sebelumnya, Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar mengatakan kalau suku bunga rendah sudah berakhir. Namun yang harus dijaga adalah jangan terlalu shock dan kecepatan menaikan bunganya.
"Antisipasi untuk hal ini, saya yakin, teman-teman di industri sudah siap merespons hal ini. Suku bunga rendah sudah lewat, suku bunga relatif akan naik dan 2023 masih akan cukup tinggi, jelas Royke dalam dalam Power Lunch, CNBC Indonesia (Kamis, 06/10/2022).
Bank Central Asia (BBCA)
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memperkirakan adanya kenaikan suku bunga kredit. Kenaikan ini bisa terjadi beberapa waktu ke depan.
Presiden Direktur BBCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, kenaikan BI rate tak serta merta mengerek kenaikan suku bunga kredit. Kenaikannya perlu mencermati posisi deposito di bank terlebih dahulu. Struktur pendanaan bank juga menjadi pertimbangan.
"Butuh waktu dua atau tiga bulan ke depan untuk penyesuaian (suku bunga kredit). Tergantung struktur pendanaan bank juga. Misal 90% deposito, satu bulan, begitu postur naik, harus ada penyesuaian," terang Jahja.
Meski begitu, BCA saat ini memiliki dana cukup besar dan bisa bertahan. Sehingga, pihaknya belum berencana menaikkan bunga deposito.
Cuma memang, ada sejumlah hal yang juga perlu dilihat. Misalnya, sejumlah kredit yang tidak selalu tepat. Kemudian, rate yang sudah dispekati seperti KPR yang sudah tetap lima hingga enam tahun.
"Atau, proyek investasi yang sudah fix tidak berubah, frame rate juga belum berubah, tapi ada yang dikaitkan dengan deposit rate, klo dilandaskan kenaikan suku bunga average akan menyebabkan bunga kredit naik sendirinya. Dampak kenaikan BI rate tidak serta merta tapi tergantung kondisi kredit dan struktur pendanaan," jelas Jahja.