Dolar AS Lesu, Rupiah Gas Pol Jadi Juara 2 di Asia!

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
28 October 2022 11:10
Topik_Dollar dan Rupiah_Kecil
Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berhasil melibas dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Jumat (28/10/2022), seiring dengan penguatan mata uang di Asia.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah berhasil menguat pada pembukaan perdagangan sebesar 0,06% ke Rp 15.555/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan penguatannya hingga 0,26% ke Rp 15.525/US$ pada pukul 11:10 WIB.

Pergerakan pasar keuangan global masih didominasi oleh rilis data PDB AS yang tumbuh ke 2,6% pada kuartal III-2022, dan melampaui ekspektasi konsensus analis Trading Economics dan Reuters di 2,4%.

Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian AS telah keluar dari resesi teknis yang terjadi pada awal tahun ini. Seperti diketahui, PDB AS sempat terkontraksi pada kuartal I-2022 -1,6% dan kuartal II-2022 -0,6%.

Namun, rilis data ekonomi yang baik tersebut tampaknya di respon negatif oleh para pelaku pasar global. Tercermin dari penutupan bursa saham AS yang mayoritas berakhir melemah. Indeks Dow Jones tercatat menguat 0,8%, sementara S&P 500 turun 0,3% dan Nasdaq merosot 1,2%.

Padahal, ketika pertumbuhan ekonomi baik, pasar saham biasanya diuntungkan. Namun, rilis data PDB tersebut dapat meningkatkan potensi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk kembali agresif menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam inflasi AS yang masih berada di level 8% secara tahunan (yoy).

Bahkan, jika mengacu pada FedWatch, sebanyak 43% analis memprediksikan The Fed akan agresif hingga pada Februari 2023, di mana tingkat suku bunga akan dikerek naik ke kisaran 4,75%-5%.

Pekan depan, akan menjadi pekan yang penting untuk dicermati oleh para pelaku pasar. Pada 3 November 2022 waktu Indonesia, akan ada rilis keputusan Fed terkait suku bunga acuan. Sementara dari Tanah Air, pada 1 November 2022 akan ada rilis inflasi Indonesia per Oktober dan rilis PMI Manufaktur.

Hari ini, Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi di Asia karena pengetatan moneter global dan kenaikan inflasi yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina, serta perlambatan tajam di China.

IMF memangkas perkiraan pertumbuhan di Asia menjadi 4% tahun ini dan 4,3% pada 2023, tapi proyeksi tersebut kian melandai dari target sebelumnya yang turun masing-masing sebesar 0,9% dan 0,8% dari proyeksi April lalu.

"Sementara inflasi di Asia tetap lemah dibandingkan dengan kawasan lain, sebagian besar bank sentral harus terus menaikkan suku bunga untuk memastikan ekspektasi inflasi tidak menjadi tidak menentu, kata IMF dalam laporan prospek ekonomi regional Asia-Pasifik dikutip Reuters.

"Rebound ekonomi Asia yang kuat awal tahun ini kehilangan momentum, dengan kuartal kedua yang lebih lemah dari perkiraan," kata Krishna Srinivasan, direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF.

"Pengetatan lebih lanjut dari kebijakan moneter akan diperlukan untuk memastikan bahwa inflasi kembali ke target dan ekspektasi inflasi tetap berlabuh dengan baik," tambahnya.

Bahkan, IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi di China akan melambat menjadi 3,2% tahun ini, turun 1,2% dari proyeksinya pada April lalu. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu diproyeksi tumbuh 4,4% tahun depan dan 4,5% pada 2024.

Namun, pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS bergerak melemah 0,22% ke posisi 110,35 dan kian menjauhi rekor tertingginya selama dua dekade di posisi 114,7. Sehingga membuka peluang penguatan mayoritas mata uang di Asia, termasuk Mata Uang Garuda.

Di Asia, dolar Singapura dan baht Thailand menjadi kinerja terbaik, di mana berhasil melibas dolar AS yang masing-masing sebesar 0,29%. Disusul oleh rupiah yang terapresiasi 0,26%.

Sementara itu, ringgit Malaysia terkoreksi 0,13% dan yuan China melemah tipis 0,03% di hadapan dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Habis Tenaga, Rupiah Lesu Di Saat Mata Uang Asia Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular