Akhir Pekan Bursa Asia Gak Happy, Kecuali Shanghai-IHSG

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Jumat, 21/10/2022 18:15 WIB
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup terkoreksi pada perdagangan Jumat (21/10/2022) akhir pekan ini, karena investor kembali khawatir dengan potensi resesi sembari mereka menimbang dampak dari masih tingginya inflasi.

Hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Shanghai Composite China yang ditutup di zona hijau pada hari ini. IHSG ditutup menguat 0,53% ke posisi 7.017,77, sedangkan Shanghai berakhir naik 0,13% menjadi 3.038,93.

Sedangkan sisanya kembali ditutup di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 0,43% ke posisi 26.890,58, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,42% ke 16.211,12, Straits Times Singapura ambles 1,75% ke 2.969,95, ASX 200 Australia merosot 0,8% ke 6.676,8, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,22% menjadi 2.213,12.


Dari Jepang, inflasi pada periode September lalu dilaporkan kembali naik dan laju kenaikannya menjadi yang tercepat sejak hampir 31 tahun terakhir.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) inti Jepang pada bulan lalu naik 3,0% pada September (yoy). Angka ini menjadi level tertinggi sejak 2014 akibat penurunan mata uang yen dan kenaikan biaya energi yang membebankan rumah tangga di Negeri Sakura.

Data pemerintah, yang mengecualikan harga makanan segar, membawa inflasi jauh di atas target jangka panjang bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) sebesar 2,0%.

Namun jika tidak memasukan harga energi, angkanya hanya 1,8%, sehingga memperkuat argumen bank sentral bahwa kenaikan saat ini belum memenuhi standar untuk pertumbuhan harga yang berkelanjutan.

Data terakhir sejalan dengan ekspektasi pasar, tetapi terakhir kali angka tersebut terlihat, harga telah didorong secara artifisial oleh kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN).

"Sebagian besar kenaikan harga saat ini adalah kenaikan harga bahan baku, sementara harga jasa yang terkait dengan upah belum terlihat kenaikan yang berarti," kata Taro Saito, ekonom di NLI Research Institute, dikutip dari AFP.

Dia memperkirakan akan membutuhkan lebih banyak waktu bagi Jepang untuk mencapai inflasi yang stabil melalui kenaikan upah dan kenaikan harga layanan.

Saat bank sentral lain memilih untuk menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi yang melonjak, BoJ memandang kenaikan harga saat ini terkait dengan dampak peristiwa luar biasa seperti perang Rusia di Ukraina.

Negara ini disebut telah terjebak dengan kebijakan moneter ultra-longgar dan menolak kenaikan suku bunga, dengan alasan bahwa ekonomi terbesar ketiga di dunia itu belum mencapai target inflasi 2,0% yang dipandang perlu untuk mendorong pertumbuhan.

Akibatnya, ada selisih yang cukup besar antara kebijakan bank dan kenaikan suku bunga, membuat yen terus merosot terhadap dolar AS. Pada Kamis kemarin, yen melemah menjadi 150 terhadap greenback, jatuh pada level yang tidak terlihat sejak tahun 1990

Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas melemah terjadi karena investor khawatir kembali dengan potensi resesi yang diprediksi lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya pada 2023.

Hal ini karena dampak dari inflasi yang masih panas dan kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), yang telah memukul pasar saham AS sepanjang tahun ini.

The Fed terus mencoba mendinginkan inflasi yang tidak terlihat dalam beberapa dekade dengan cara menaikkan suku bunga acuannya.

Bahkan, Para pejabat The Fed kembali menekankan bahwa mereka perlu melanjutkan langkah agresifnya selama inflasi masih panas.

Presiden The Fed Chicago, Charles Evans mengatakan pada Rabu lalu bahwa inflasi masih terlalu tinggi dan bahwa The Fed perlu melanjutkan pendekatan kebijakannya saat ini.

"The Fed perlu meneruskan kebijakannya yang sekarang. Dan bagaimanapun, kenaikan suku bunga lebih jauh akan tetap membebani ekonomi," kata Evans.

Alhasil, pasar masih memperkirakan bahwa The Fed masih belum melunak dan akan kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Mengacu pada FedWatch, sebanyak 95,1% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4% di pertemuan edisi November mendatang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor