
IHSG Berat! Sudah Dibayangi BI Rate, Bursa Asia Ambles Pula

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Kamis (20/10/2022), di mana kekhawatiran akan resesi kembali muncul dan kembali membebani pasar saham global.
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka merosot 0,9%, Hang Seng Hong Kong ambruk 2,05%, Shanghai Composite China melemah 0,54%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,29%, ASX 200 Australia terpangkas 0,8%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,53%.
Dari Jepang, defisit perdagangan Jepang menyempit lebih dari yang diharapkan pada September 2022, karena lonjakan ekspor yang lebih besar dari yang diantisipasi membantu mengimbangi beberapa tekanan dari impor komoditas yang semakin mahal.
Menurut data dari Kementerian Keuangan Jepang, neraca perdagangan Jepang pada September 2022 dilaporkan defisit 2,09 triliun yen (US$ 1,4 miliar), kurang dari ekspektasi defisit 2,17 triliun yen dan turun dari rekor tertinggi Agustus sebesar 2,82 triliun yen.
Peningkatan tersebut sebagian besar dibantu oleh lonjakan ekspor yang lebih besar dari perkiraan, yang naik 28,9% pada September lalu, dibandingkan ekspektasi 27,1%.
Angka tersebut juga melesat melewati angka Agustus sebesar 22%. Ekspor mobil, komponen elektronik, dan mesin yang kuat adalah kontributor terbesar kenaikan, karena sektor manufaktur Jepang terus mencatat pertumbuhan yang kuat meskipun ada hambatan dari kenaikan biaya bahan baku.
Namun, impor masih tumbuh lebih besar dari perkiraan 45,9% pada September lalu, sebagian besar didorong oleh impor bahan bakar. Namun angka impor Jepang bulan lalu lebih rendah dari angka impor pada Agustus yang mencapai 49,9%.
Biaya impor minyak bumi naik lebih dari dua kali lipat pada bulan lalu, sebagian besar didorong oleh volatilitas di pasar minyak mentah dan depresiasi lebih lanjut dalam yen.
Sementara itu dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan pinjaman (loan prime rate/LPR).
LPR tenor 1 tahun tetap dipertahankan di level 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun bertahan di level 4,3%. Hal ini sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya yang memperkirakan PBoC kembali mempertahankan LPR-nya kali ini.
Sebelumnya pada Senin lalu, PBoC juga telah menyuntikkan pinjaman MLF satu tahun senilai 500 miliar yuan (US$ 69,45 miliar) ke sistem perbankan, sesuai dengan jumlah yang jatuh tempo bulan ini dan tidak menghasilkan injeksi atau penarikan likuiditas secara bersih.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas melemah terjadi menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Rabu kemarin waktu AS, meski masih ada sentimen positif dari perilisan kinerja keuangan emiten di kuartal III-2022.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka melemah 0,33% ke posisi 30.423,81, S&P 500 terkoreksi 0,67% ke 3.695,16, dan Nasdaq Composite merosot 0,89% menjadi 10.680,51.
Wall Street melemah disebabkan karena imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) kembali naik pada perdagangan Rabu kemarin.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun melonjak 12,4 basis poin (bp) menjadi 4,561%. Sedangkan untuk yield Treasury benchmark tenor 10 tahun melesat 14 bp menjadi 4,138% pada perdagangan kemarin.
"Obligasi itu sangat membebaninya ... sayang sekali melihat pendapatan yang bagus terbuang sia-sia," kata JJ Kinahan, CEO IG Amerika Utara di Chicago, dikutip dari Reuters.
Wall Street melemah meski masih ada sentimen positif dari rilis kinerja keuangan emiten di AS.
Di lain sisi, para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali mengindikasikan bahwa The Fed akan agresif untuk meredam inflasi.
Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari pada Selasa lalu menyatakan bahwa The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga acuan di atas 4,75%, jika inflasi yang mendasarinya tidak berhenti melesat.
Survei "Beige Book" The Fed tentang aktivitas ekonomi menunjukkan perusahaan mencatat tekanan harga tetap tinggi, meskipun ada beberapa pelonggaran di beberapa distrik, sementara pasar tenaga kerja menunjukkan beberapa tanda pendinginan.
Kekhawatiran tentang resesi kembali muncul di kalangan investor karena The Fed terus mengikuti jalur hawkish yang dilapisi dengan kenaikan suku bunga.
Mengacu pada FedWatch, sebanyak 94,5% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.
Hal ini membuat beberapa perusahaan di AS kembali merubah proyeksi pendapatannya, dengan beberapa perusahaan dan analis merevisi prospek mereka ke bawah untuk kuartal mendatang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
