Alert! Bursa Asia Dibuka Memerah, Hati-Hati IHSG

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
17 October 2022 08:45
A man walks past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, Dec. 11, 2019. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Senin (17/10/2022), karena kekhawatiran resesi membebani ekspektasi atas berlanjutnya kebijakan pengetatan moneter di seluruh dunia.

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka ambles 1,13%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,69%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,47%, Straits Times Singapura terpangkas 0,48%, ASX 200 Australia ambrol 1,36%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 1,23%.

Pada pekan ini, beberapa negara di Asia-Pasifik dijadwalkan akan merilis data inflasi seperti Jepang dan Korea Selatan.

Selain data inflasi, beberapa rilis data ekonomi dan agenda penting juga akan dirilis atau digelar pada hari ini, seperti data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal III-2022 yang akan dirilis pada Selasa besok, keputusan suku bunga acuan di beberapa negara, dan lain-lainnya.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah melemahnya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada akhir pekan lalu.

Indeks Dow Jones ditutup ambles 1,34% ke posisi 29.634,83, S&P 500 ambruk 2,37% ke 3.583,07, dan Nasdaq Composite anjlok 3,08% menjadi 10.321,39.

Wall Street kembali ambruk pada akhir pekan lalu setelah survei konsumen dari University of Michigan menunjukkan ekspektasi inflasi meningkat, sentimen yang kemungkinan diawasi oleh The Fed.

Pada saat yang sama, yield obligasi melonjak, di mana Treasury AS tenor 10 tahun melampaui 4% untuk kedua kalinya dalam dua hari terakhir pekan lalu karena investor bereaksi terhadap ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.

Pasar cenderung gelisah sepanjang pekan lalu karena investor menimbang data inflasi baru yang akan menginformasikan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) karena terus menaikkan suku bunga untuk mendinginkan kenaikan harga.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan IHK utama AS mencapai ke 8,2% (year-on-year/yoy) pada September lalu.

Laju inflasi memang lebih rendah dibandingkan pada Agustus yang tercatat 8,3% (yoy) tetapi masih di atas ekspektasi pasar yakni 8,1% (yoy).

Secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi tercatat 0,4% pada September atau meningkat dibandingkan pada Agustus yang tercatat 0,1%. Inflasi inti menyentuh 6,6 % (yoy) pada September, level tertingginya sejak 1982 atau 40 tahun terakhir.

Dengan inflasi yang masih tinggi, maka pasar berekspektasi bahwa The Fed masih akan bersikap hawkish untuk menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan selanjutnya untuk meredam inflasi.

Mengacu pada FedWatch, sebanyak 97,2% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.

Keagresifan The Fed diprediksi akan membawa perekonomian Negara Adidaya tersebut masuk ke zona resesi dan tentunya akan berdampak pada negara-negara lain di dunia. AS merupakan perekonomian terbesar di dunia.

PDB AS menyumbang 25% dari ekonomi dunia. AS pun memimpin posisi ekonomi tertinggi sejak tahun 1960, bahkan jauh sebelum perang dunia I dan II. Atas dasar itu, AS dikenal sebagai Negara Adidaya Ekonomi.

Dengan demikian, jika negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini tertekan, maka akan bisa dipastikan mengganggu perekonomian global.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular