IMF Ingatkan Bahaya Strong Dolar AS, Indonesia Juga Bisa Kena

Maesaroh, CNBC Indonesia
12 October 2022 14:45
Ilustrasi dolar
Foto: Pixabay/Peggy

Jakarta, CNBC Indonesia- Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan mengenai bahaya "strong dollar Amerika Serikat (AS)" bagi emerging markets, seperti Indonesia. Penguatan dolar AS akan meningkatkan risiko capital outflow, menaikkan harga barang impor, serta membuat bank sentral memperketat kebijakan moneternya.

"Kenaikan suku bunga acuan di AS dan penguatan dolar AS akan meningkatkan ongkos pembiayaan bagi emerging market dan negara berkembang. Dolar AS juga akan membuat barang impor lebih mahal sehingga inflasi melonjak," tutur IMF dalam laporannya World Economic Outlook: Countering the Cost-of-Living Crisis.

Berdasarkan hitungan IMF, rupiah merupakan satu dari sebaian besar nilai tukar negara berkembang yang mengalami pelemahan.

Indonesia memang lebih baik dibandingkan mata uang peso Kolombia, rupee India, ringgit Malaysia, renminbi China, rand Afrika Selatan, peso Cile, hingga peso Filipina.
Hanya mata uang real Brazil, peso Meksiko, dan sol peru yang menguat terhadap dolar AS.

Dolar AS melonjak tajam setelah bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Persoalan geopolitik juga semakin meningkatkan permintaan dolar sebagai aset aman.

Indeks dolar menguat ke posisi 113,35 pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut juga masih ada dalam kisaran tertingginya dalam 20 tahun terakhir.

Indeks dolar menghitung posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama lain yakni euro, yen, pound sterling, dolar Kanada, franc Swiss, dan krona Swedia.

Sementara itu, merujuk data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,29% pada perdagangan kemarin ke posisi Rp 15.355/US$1. Mata uang Garuda sudah ambles 0,72% dan anjlok 3,4% dalam sebulan.

"Penguatan tajam dolar AS akan memberi tekanan yang sangat besar pada harga barang dalam negeri naik serta meningkatkan biaya hidup," tambah IMF.


Bagi negara berkembang, penguatan dolar AS akan menambah tantangan besar bagi bank sentral mereka. Langkah paling umum yang dilakukan negara berkembang dalam menghadapi keperkasaan dolar AS adalah dengan melakukan stabilisasi harga serta membiarkan mata uang mereka bergerak menyesuaikan pasar.
Bank sentral juga akan menggunakan cadangan devisa untuk menjaga volatilitas mata uang mereka.

Tantangan lebih besar akan dihadapi negara berpendapatan rendah. Penguatan dolar AS akan membuat beban utang semakin menumpuk sehingga mereka akan kesulitan dalam membayarnya.

"Jika kondisi global semakin memburuk, ketidakpastian global mungkin akan meledak dan membuat investor mencari aset aman berupa dolar AS dan surat utang pemerintah AS. Saat ini, emerging market harus bersiap untuk menghadapi krisis," tulis IMF.

Pergerakan mata uang terhadap dolar ASFoto: IMF
Pergerakan mata uang terhadap dolar AS

IMF berharap emerging market melakukan sejumlah langkah pencegahan dengan mengkombinasikan kebijakan makro-prudensial dan upaya mencegah capital outflow semakin dalam.

"Penguatan dolar AS juga membuat perdagangan global akan semakin melandai karena sebagian besar pembayaran perdaganan masih menggunakan dolar AS," ujar IMF.

Strong dolar juga tidak hanya berlaku bagi emerging market. Mata uang negara maju seperti pound sterling Inggris, yen Jepang, won Korea, doalr Australia, doalr Kanada, mata uang Uni Eropa melemah.

Pada September lalu, bank sentral Jepang bahkan sampai harus melakukan intervensi untuk mencegah pelemahan yen semakin besar.
IMF menjelaskan perlu pendekatan berbeda di antara negara berkembang dalam menghadapi keperkasaan dolar AS. Namun, semuanya membutuhkan kebijakan yang prudent.

Untuk negara dengan pasar valuta asing (valas) yang dalam dan memiliki utang valas rendah, langkah yang paling tepat adalah menggantungkan pada kebijakan suku bunga dan fleksibilitas nilai tukar.

Sebaliknya, negara yang pasar valasnya dangkal maka kebijakan yang tepat adalah dengan melakukan intervensi nilai tukar atau melonggarkan kebijakan pengelolaan capital outflow atau inflow.


Untuk negara dengan utang valas yang besar, capital outflow mungkin meningkatkan risiko stabilitas sistem keuangan. Akibatnya, pertumbuhah bisa terganggu. Pencegahan capital outflow harus dilakukan sedini mungkin.


"Intervensi nilai tukar dan pengelolaan inflow mungkin tepat dilakukan emerging market yang menghadapi kenaikan ekspektasi inflasi," tutur IMF.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular