Awal Pekan IHSG Lesu, Meski Konsumen Cenderung Optimis
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (10/10/2022), di tengah lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS) akibat kabar resesi semakin mencuat.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melemah 0,46% ke posisi 6.994,395. IHSG menyentuh ke bawah level psikologisnya di 7.000.
Pada awal perdagangan sesi I, IHSG sejatinya sudah membuat ketar-ketir dengan pergerakannya yang langsung tergelincir 0,47%. Bahkan dalam beberapa menit setelah dibuka, IHSG sempat ambles 1%. Pada pukul 09.54 WIB, IHSG terpantau melemah 1,05% di 6.953.
Pada perdagangan sesi I pukul 10:00 WIB, IHSG mencoba untuk bangkit, tetapi pada akhirnya gagal hingga penutupan perdagangan sesi I.
Pada perdagangan sesi II, IHSG kembali mencoba untuk bangkit dan sempat berhasil kembali ke level psikologisnya di 7.000. Namun pada akhir perdagangan sesi II, IHSG tak mampu bertahan di level psikologis tersebut dan akhirnya mendekam di bawah kisaran level 7.000.
Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitaran Rp 12 triliun dengan melibatkan 24 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Hanya 150 saham yang menguat pada hari ini, sedangkan sisanya melemah yakni 392 saham dan 157 saham stagnan.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi pemberat terbesar indeks pada hari ini, di mana saham BBRI memberatkan indeks hingga 10,226 poin. Saham BBRI ditutup ambles 1,58% ke posisi Rp 4.370/saham.
Sedangkan di posisi kedua dan ketiga, ada PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang juga memberatkan indeks masing-masing 7,845 poin dan 5,906 poin.
Saham ADRO ditutup ambruk 5,31% ke posisi Rp 3.920/saham dan saham BMRI merosot 1,33% menjadi Rp 9.300/saham.
Bursa saham Wall Street kembali berakhir di zona merah pada perdagangan pekan lalu. Amblesnya Wall Street pada Jumat semakin memperpanjang tren negatif yang sudah berlangsung sejak Rabu pekan lalu.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 2,11%, S&P 500 anjlok 2,80%, dan Nasdaq Composite ambruk 3,8%.
Wall Street merupakan bursa saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia dan merupakan kiblat bagi bursa saham lainnya. Wall Street juga bisa menjadi proxy kondisi perekonomian global. Sebab, investor selalu forward looking.
Ketika kondisi ekonomi ke depannya dirasa akan susah, pendapatan para emiten diprediksi akan menurun, alhasil para investor akan melepas saham-saham yang dimiliki. Indeks saham pun ambrol.
Sementara itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menggelar pertemuan pada 1-2 November mendatang. Dengan melihat data tenaga kerja September lalu, pasar semakin yakin The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis points (bp) pada pertemuan mendatang.
Apalagi, biro statistik Tenaga Kerja AS mengumumkan ada peningkatan jumlah pekerja sebanyak 263.000 pada September lalu.
Jumlah tersebut memang jauh lebih rendah dibandingkan 315.000 pada Agustus. Namun, tingkat pengangguran melandai ke 3,5% pada September 2022 dari 3,7% pada Agustus.
Di lain sisi, kekhawatiran resesi turut disampaikan oleh sejumlah lembaga, salah satunya Dana Moneter Internasional (IMF) yang berulang kali memberikan lampu kuning terkait ancaman kacau balaunya ekonomi dunia.
Managing Director IMF Kristalina Georgieva, Minggu (9/10/2022),menyatakan bahwa risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan terus meningkat. Ia mengatakan prospek ekonomi global 'gelap' mengingat guncangan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, serangan Rusia ke Ukraina, dan bencana iklim di semua benua.
Sementara itu di Indonesia, sejauh ini inflasi mulai merangkak naik meski bisa dikatakan masih terkendali. Namun, patut menjadi perhatian bagaimana perkembangan inflasi ke depannya, apalagi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
Hari ini, Bank Indonesia (BI) telah merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September 2022. Tercatat sebesar 117,2, atau tetap berada pada level optimis, meski lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 124,7. Adapun, IKK pada Agustus 2022 berada di level 124,7.
BI mengklaim level ini mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga.
Direktur Departemen Komunikasi BI Junianto Hendrawan mengungkapkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga. Pasalnya, hasil survei berada pada area optimistis atau lebih dari 100.
"Survei Konsumen Bank Indonesia pada September 2022 mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (10/10/2022)
Optimisme konsumen pada September 2022 juga ditopang tetap kuatnya indeks ekspektasi konsumen (IEK), terutama ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.
Survei konsumen merupakan survei bulanan BI untuk mengetahui keyakinan konsumen mengenai kondisi ekonomi yang tercermin dari persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)