Banyak Bukti Dunia Kacau Balau, Rupiah Jeblok Lagi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 October 2022 15:13
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah gagal membukukan penguatan 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (7/10/2022). Tanda-tanda perekonomian dunia yang kacau balau membuat rupiah kembali terpuruk, dolar AS yang menyandang status safe haven tentunya saja yang diuntungkan.

Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,16%, dan sempat terpuruk hingga 0,49% ke Rp 15.260/US$.

Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 15.250/US$, melemah 0,43% di pasar spot.

Seberapa kacau kondisi global saat ini bisa melihat dari pergerakan bursa saham AS (Wall Street), dan bursa lainnya.

Wall Street merupakan bursa saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia dan merupakan kiblat bagi bursa saham lainnya. Wall Street juga bisa menjadi proxy kondisi perekonomian global. Sebab, investor selalu forward looking.

Ketika kondisi ekonomi ke depannya dirasa akan susah, pendapatan para emiten diprediksi akan menurun, alhasil para investor akan melepas saham-saham yang dimiliki. Indeks saham pun ambrol.

Itu lah yang terjadi saat ini. Indeks dolar AS pun kembali melesat sekitar 2% dalam 2 hari perdagangan terakhir.

Pasar kembali cemas akan terjadinya resesi yang panjang setelah Negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) begitu juga Rusia dan beberapa lainnya yang disebut OPEC+ yang memangkas produksinya sebesar 2 juta barel per hari.

Dunia saat ini sedang menghadapi masalah inflasi tinggi yang bisa membawa ke resesi hingga stagflasi, dunia bakal kacau balau.

Salah satu penyebab tingginya inflasi yakni harga energi yang mahal akibat tingginya harga minyak mentah, gas alam hingga batu bara.

Kartel OPEC+ yang memangkas produksinya tentunya membuat harga minyak mentah yang sebelumnya sudah menurun berbalik menanjak lagi.

Goldman Sachs pun menaikkan perkiraan harga minyaknya untuk tahun ini dan 2023, pengurangan produksiyang disepakati oleh produsen OPEC+ menjadikan harga minyak "sangat bullish" untuk ke depan.

Bank investasi asal Amerika Serikat tersebut menaikkan perkiraan harga Brent 2022 menjadi US$104 per barel dari US$99 per barel dan perkiraan 2023 menjadi US$ 110 per barel dari $US 108 per barel.

Pada perdagangan Jumat (7/10/2022), Brent diperdagangkan di kisaran US$ 94 per barel.

Dengan harga minyak mentah yang akan meninggi, inflasi berisiko masih berada di level tinggi dalam waktu yang lama, dunia bisa kacau balau.

Dari dalam negeri, anjloknya cadangan devisa Indonesia anjlok pada September lalu menjadi tanda kacau balaunya dunia.

Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2022 mencapai US$ 130,8 miliar. Realisasi ini anjlok US$ 1,4 miliar dibandingkan posisi Agustus 2022 yang sebesar US$ 132,2 miliar.

"Penurunan posisi cadangan devisa pada September 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," tulis BI dalam siaran pers, Jumat (7/10/2022).

Cadangan devisa tersebut menjadi yang terendah sejak Mei 2020.

Seperti disebutkan, kebutuhan stabilitas nilai tukar membuat cadangan devisa menurun, artinya BI banyak melakukan intervensi.

Nilai tukar rupiah memang mengalami tekanan yang besar akibat kondisi perkekonomian dunia yang kacau balau.

Untuk pertama kalinya sejak April 2020, rupiah kembali menembus Rp 15.000/US$ bulan lalu. Sepanjang September, rupiah melemah 2,6%, menjadi pelemahan bulanan terbesar sejak Maret 2020 atau saat awal pendemi Covid-19, ketika rupiah terpuruk hingga 13,7%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular