
Dunia Makin Suram! Dolar AS Diburu, Rupiah dkk Babak Belur

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali tertekan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Jumat (07/10/2022), seiring dengan pelemahan mayoritas mata uang di Asia. Namun, rupiah menjadi yang terdalam koreksinya terhadap si greenback.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,16% ke Rp 15.210/US$. Sayangnya, rupiah melanjutkan koreksinya 0,33% ke Rp 15.235/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Pelemahan rupiah, tampaknya disebabkan oleh keputusan kartel produsen minyak mentah OPEC+ yang berencana akan memangkas produksinya sebanyak 2 juta barel per hari dan akan dimulai pada November 2022. Akibatnya, kekhawatiran akan inflasi yang melonjak kian membuat investor cemas.
Wajar saja jika permintaan terhadap dolar AS pun naik karena statusnya sebagai salah satu mata uang safe haven. Indeks dolar AS kembali melesat ke posisi 112,29 pada awal perdagangan dan kian menjauhi posisi terendahnya pada pekan ini di level 110.
Semua mata tertuju pada rilis data tenaga kerja Non-pertanian (Non-farm payrolls/NFP) yang akan menunjukkan bagaimana situasi pasar tenaga kerja pada September 2022, dan akan memberi Fed informasi lain tentang kampanye kenaikan suku bunganya.
Konsensus analis Dow Jones memprediksikan bahwa data tenaga kerja di sektor non-pertanian (NFP) akan bertambah 275.000 pekerjaan dan angka pengangguran akan tetap di 3,7%. Namun, jika NFP bertambah, maka akan menambah kekhawatiran akan The Fed yang kian agresif di pertemuan selanjutnya untuk meredam inflasi.
"Sekali lagi, investor mencari kabar buruk untuk menjadi kabar baik, bahkan jika laporan September lebih rendah dari yang diharapkan, pertumbuhan upah kemungkinan akan bertahan dan tidak membuat Fed agresif," tutur Analis Wolfe Research Chris Senyek dikutip CNBC International.
Dari Tanah Air, Bank Indonesia (BI) mengumumkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2022 mencapai US$ 130,8 miliar. Realisasi ini anjlok US$ 1,4 miliar dibandingkan posisi Agustus 2022 yang sebesar US$ 132,2 miliar.
Dalam siaran pers, BI menyatakan bahwa penurunan posisi cadangan devisa pada September 2022 dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, serta masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Keperkasaan dolar AS kembali menekan mayoritas mata uang di Asia, di mana hanya yuan China, yen Jepang, dan dolar Singapura yang berhasil menguat terhadap si greenback.
Sedangkan, Mata Uang Garuda kembali terkoreksi paling besar di Asia, di mana melemah 0,33% terhadap dolar AS. Ringgit Malaysia juga melemah 0,3% di hadapan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tutup Kuartal I-2023, Rupiah Siap Jebol Rp 15.000/US$!