Pihak paling pertama dan utama penerima winfall profit dari permintaan tinggi batu bara ini tentu saja produsen dan pedagang batubara di Indonesia yang disebut-sebut terbesar ketiga di dunia.
Ambil contoh PT Adaro Energy Indonesia Tbk mencetak laba mentereng paruh pertama 2022 dengan raihan laba bersih US$ 1,21 miliar, meroket 613% dibandingkan periode yang sama 2021.
Ada juga PT Bumi Resoruces Tbk (BUMI). Pemilik tambang terbesar di Indonesai via anak usaha PT Kaltim Prima Coal (KPC) ini mencetak sejarah kenaikan laba bersih sebesar 8.771% pada semester I 2022, menjadi US$ 168 juta.
Atau tak kalah spektakuler, PT Indika Energy Tbk (INDY) yang membukukan laba bersih semester I-2022 sebesar US$ 201 juta, melejit 1.572% year on year.
Kinerja moncer emiten-emiten ini menyedot perhatian investor global dan domestik. Mereka mulai mengincar saham impian berbarengan dengan memanasnya konflik Rusia-Ukraina, Februari silam.
Lo Keng Hong, misalnya disebut-sebut mulai mengalihkan banyak portofolionya ke emiten emas hitam. Sosok investor individu yang digelari sebagai 'Warren Buffet' nya Indonesia ini menggenggam saham PT ABM Investama Tbk. (ABMM).
Sejumlah media melaporkan sebelum krisis energi akibat perang Ukraina, investor institusi global sudah menaruh lebih dari US$1,2 triliun dana ke industri batubata, baik dalam bentuk pembelian saham atau investasi langsung. Ini termasuk lima bank global seperti Mizuho Financial, Mitsubishi UFJ Financial dan SMB Group dari Jepang. Barclays dari Inggris dan Citigroup dari AS.
Terbaru misalnya, perusahaan investasi kelas kakap asal AS, BlackRock dilaporkan kembali mengakumulasi saham saham batubara di Bursa Efek Indonesia pada awal bulan ini. Manajer investasi pengelola dana lebih dari US$10 triliun ini menambah porsi belanja saham untuk PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR), PT Harum Energy Tbk. (HRUM), PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) hingga saham PT Indika Energy Tbk. (INDY).
Berikut adalah daftar beberapa saham yang secara proporsional menjadi incaran investor asing, berdasarkan jumlah beli yang lebih besar daripada jumlah jual, atau net buy sepanjang tahun ini.
1. PT Adaro Energy Tbk (ADRO)
Produk utama emiten yang berdisi pada 1982 ini adalah environcoal batu bara termal dengan kadar polutan yang rendah. Mereka juga memiliki aset batu bara metalurgi dari mulai kelas kokas semi lunak sampai kokas keras premium. Besarnya minat investor membuat saham Adaro terbang 73% sejak awal tahun menjadi Rp4.100 per lembar kemarin. Posisi net buy asing Rp3,1 triliun.
2. PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
Emiten ini merupakan yang tertua, sudah ada sejak zaman kolonial Belanda tahun 1919 di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Melakukan IPO pada Desember 2002, kegiatan PTBA meliputi operasi penambangan batu bara, termasuk penelitian, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan perdagangan. Sama dengan Adaro, harga saham emiten pelat merah ini juga naik signifikan, sebesar 58,4% menjadi Rp4.230 per lembar. Posisi net buy Rp450 miliar.
3. PT Indika Energy Tbk (INDY)
INDY melantai di bursa saham pada Juni 2008 dan mempunyai fokus bisnis bidang perdagangan, konstruksi, pertambangan, transportasi. Harga saham Indika Energi meroket berkat pembelian asing dan lokal, sebesar 126% menjadi Rp3.330 per lembar. Posisi net buy Rp435 miliar.
4. PT Harum Energy Tbk (HRUM)
Perseroan didirikan pada 1995 dan berubah nama menjadi PT Harum Energy pada 2007. Bidang bisnisnya adalah pertambangan, industri, perdagangan, dan jasa yang terkait dengan batu bara. Beda dengan yang lain, harga saham emiten ini justru turun 13% dari awal tahun ke level Rp1.825 per lembar. Posisi net buy Rp278 miliar.
5. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)
Tujuan pemasaran batubara ITMG meliputi Asia, Eropa, kawasan Pasifik, serta Indonesia dengan kalori antara 5.000 - 6.000 kkal/kg. Harga saham emiten ini so far this year meroket 121% menjadi Rp43.300 per lembar. Posisi net buy Rp27 miliar.
6. PT Bayan Resources Tbk (BYAN)
Lokasi pertamangan Bayan Resources ada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Mereka memproduksi batu bara kokas semi lunak, batu bara sulfur ramah lingkungan, hingga batu bara sub-bituminous. Posisi net buy Rp19,83 miliar.
7. PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR)
Emiten ini memiliki tambang di Kalimantan Timur, dengan target penjualan utama ke China dan India. Posisi net buy Rp16 miliar.
8. PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT)
Bisnis emiten ini meliputi pertambangan batu bara beserta penyediaan aktivitas pendukung dalam bidang jasa, perdagangan, pembangunan, perindustrian dan pengangkutan darat. Posisi net buy Rp12 miliar.
9. PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI)
Perusahaan ini melalui tiga anak usahanya memproduksi batu bara yang sebagian besar diekspor ke China, India dan Korea. Posisi net buy Rp1.3 miliar.
10. PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA)
Emiten yang melantai dibursa pada 2009 ini fokus bisnis pada pertambangan batu bara dan pembangkitan listrik tenaga uap. Posisi net buy Rp271 juta.
11. PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk (AIMS)
Emiten yang lahir menjelang krisis moneter 1997 ini masuk bursa saham pada Juni 2021, dan mulai fokus pada perdagangan batu bara pada 2005. Posisi net buy asing Rp7 juta.
Sorak-sorai sektor batu bara tidak hanya dijadikan momentum untu meraih cuan. Banyak juga investor asing yang menjadikan momen ini untuk keluar dari saham tertentu. Bisa jadi karena sudah untung, atau justru buntung sehingga memutuskan cut loss untuk menghindari lebih banyak kerugian, mumpung ada yang mau beli.
Berikut beberapa saham batu bara yang setahun ini (year to date) tercatat mengalami net sell asing:
1. PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS)
Emiten yang berkantor pusat di Singapura ini berbisnis batu bara melalui penyertaan pada anak usaha, dan melakukan aktiviitas perdagangannya. Harga saham GEMS sepanjang tahun ini turun 9,8% ke Rp7.350 per lembar. Posisi net sell Rp6,4 triliun.
2. PT Bumi Resources Tbk - BUMI
Berdiri sejak Juni 1973, BUMI memiliki area konsesi cadangan batu bara terbesar di Indonesia, dan sudah cukup melegenda di bursa saham dengan pelbagai cerita suka dukanya. Mereka melakukan eksploitasi kandungan batu bara dan eksplorasi minyak. Kendati menjadi sasaran jual asing, harga saham emiten milik keluarga Bakrie ini justru meroket 147% sari awal tahun menjadi Rp163 per lembar. Posisi net sell Rp 2,6 triliun.
3. PT Atlas Resources Tbk (ARII)
Bisnis Atlas fokus pada perdagangan batu bara, briket, batu abu tahan api, transportasi dan akomodasi pertambangan. Mereka mempunyai tambang batu bara yang tersebar di enam hub yaitu hub Kukar, Hub Berau, Hub Kubar, Hub Mutara, Hub Oku, dan Hub Papua. Posisi net sell asing Rp12 miliar.
4. PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP)
MBAP berafiliasi dengan Baramulti Group yang memiliki tambang di Malinau, Kalimantan Utara. Posisi net sell Rp418 miliar.
4. PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS)
Borneo adalah penambang batu bara berkalori tinggi. Mereka mendapatkan dana eksplorasi dari Pemerintah Jepang melalui agennya Japan Oil Gas Metal Corporation (JOGMEC). Posisi net sell Rp125 miliar.
5. PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA)
Emiten milik Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan ini berinvestasi pada bidang pertambangan batu bara, perkebunan kelapa sawit, dan produsen pembangkit listrik mandiri. Posisi net sel Rp57 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA