IHSG PHP Lagi, Sudah Ngegas Kencang, Ngerem Kemudian

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada penutupan perdagangan sesi I Kamis (6/10/2022). Sayang, penguatan ini terpangkas.
Sejak perdagangan dibuka, IHSG sudah bergerak di zona hijau. Dua menit berselang, indeks terpantau menguat dan sempat menembus level psikologis 7.100 dengan penguatan 0,44% ke 7.106,41. Pukul 10:00 WIB IHSG terpantau masih menguat 0,53% ke 7.112,89.
Namun, kekuatan IHSG kemudian melemah. Indeks Acuan Tanah Air tersebut akhirnya hanya mengalami kenaikan 0,16% atau 11,54 poin, ke 7.086,92 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB.
Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 10,49 triliun dengan melibatkan lebih dari 14 miliar saham yang berpindah tangan 771 kali. Ada 262 saham yang melemah dan 259 saham yang mengalami kenaikan dan sisanya sebanyak 160 saham stagnan.
Saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 432,5 miliar. Sedangkan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 351,9 miliar dan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) di posisi ketiga sebesar Rp 301,4 miliar.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) kembali ditutup di zona merah pada perdagangan semalam, pasca relinya dua hari beruntun. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,14% ke 30.273,87. Serupa, indeks S&P 500 melemah 0,2% ke 3.783,28 dan Nasdaq Composite tergelincir 0,25% ke 11.148,64.
Amblesnya Wall Street memiliki efek domino terhadap bursa saham global, termasuk bursa saham Tanah Air.
"Ini adalah momen jeda bagi pasar untuk merenungkan seberapa tahan reli dalam dua hari terakhir sebenarnya bisa berubah," tutur Kepala Strategi Investasi BMO Wealth Management Yung-Yu Ma dikutip CNBC International.
Saat ini pasar menilai bahwa The Fed memang perlu memerangi inflasi. Kondisi pasar juga masih terbebani oleh laporan tenaga kerja nasional ADP yang mengukur perubahan tenaga kerja sektor swasta non-pertanian, yang bertambah 208.000 pekerjaan pada September 2022. Angka tersebut melampaui ekspektasi analis Dow Jones di 200.000 pekerjaan.
Pada saat yang sama, imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun naik tajam ke 3,77% setelah sempat turun di bawah 3,6% pada hari sebelumnya. Hal tersebut kembali menekan pasar ekuitas.
"Ada pesisme di pasar yang mampu menguat cukup kuat selama beberapa bulan. Saat ini juga ada harapan bahwa musim rilis kinerja keuangan dapat menstabilkan pasar dan mungkin datang untuk menyelamatkan lagi, seperti yang terjadi pada kuartal kemarin," tutur Ma.
Sementara itu, sentimen lain datang dari Perkumpulan negara-negara produsen minyak mentah dunia yang tergabung dalam OPEC+ telah menyetujui untuk memangkas produksi besar-besaran.
OPEC+ menyetujui untuk mengurangi produksi sebesar 2 juta barel per hari dari target produksinya pada Agustus 2022 yang akan dimulai pada November 2022. Hal tersebut menjadi pengurangan produksi tertajam sejak 2020.
Langkah ini tentunya akan membatasi pasokan minyak mentah di pasar yang memang sudah ketat. Keputusan negara OPEC tersebut dapat membuat harga minyak mentah reli kembali ke kisaran US$ 100 per barel, dengan asumsi tidak ada serangan besar Covid-19 secara global dan The Fed tidak menjadihawkishsecara tidak terduga.
Persediaan minyak mentah yang semakin ketat tentunya akan menambah beban pada angka inflasi hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Kenaikan harga tersebut, ke depannya akan mempengaruhi harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya non-subsidi. Hal ini tentunya patut diwaspadai karena akan memicu lonjakan inflasi. Apalagi, Indonesia merupakan net importir minyak mentah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Mengekor Wall Street, IHSG Sesi I Akhirnya Ditutup Menguat!
(aum)