China Sedang Tidak Baik-Baik Saja, IHSG Anjlok Terus

Muhammad Azwar, CNBC Indonesia
20 June 2023 12:32
Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan sesi I perdagangan siang ini, Selasa (20/6/23) anjlok 0,45% menjadi 6.656,20.

Terdapat 312 saham yang melemah, 225 saham tidak bergerak dan hanya 193 yang menguat. Perdagangan hingga istirahat siang ini relatif sepi, sekitar 7,3 miliar saham terlibat yang berpindah tangan sebanyak 615 ribu kali. Selain itu, nilai perdagangan tercatat baru mencapai Rp. 3,8 triliun.

Berdasarkan catatan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv sebagian sektor melemah. Sektor Konsumen non-primer menjadi yang paling bawah, turun 0,9%. Saham milik PT Bank Mandiri Tbk terpantau menjadi pemberat utama IHSG sebesar 4,7 indeks poin disusul PT Astra International Tbk 3,5 indeks poin dan PT Bank Rakyat Indonesia sebesar 3 indek poin.

IHSG kembali terkoreksi di tengah potensi melambatnya perekonomian China. Pada hari ini saja, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) memutuskan untuk memangkas suku bunga pinjaman acuannya.

Suku bunga pinjaman tenor 1 tahun dipangkas menjadi 3,55%, dari sebelumnya 3,65%. Sedangkan suku bunga pinjaman tenor 5 tahun juga dipangkas menjadi 4,2%, dari sebelumnya sebesar 4,3%.

Hal ini tentunya sudah sesuai dengan prediksi pasar di mana bank sentral Negeri Panda bakal memangkas kembali suku bunga acuan.

Sebelumnya pada pekan lalu, PBoC juga telah memangkas suku bunga seven day reverse repo sebesar 10 basis poin menjadi 1,9%.

Penurunan suku bunga tersebut membuat PBoC menambah likuiditas sebesar dua miliar yuan (US$ 279,97 juta) ke perekonomian.

Langkah mengejutkan tersebut sekaligus membuktikan perekonomian China sedang tidak baik-baik saja. Bahkan, ke depannya suku bunga acuan jangka menengah diperkirakan akan kembali dipangkas.

Banyak yang melihat China tidak bisa lagi mencapai pertumbuhan ekonomi double digit, bahkan rata-rata jangka panjang diperkirakan hanya 4%.

Direktur Pelaksana Dana Moneter International (IMF), Kristalina Georgieva pada akhir Maret lalu bahkan mendesak agar China segera melakukan penyeimbangan ekonomi, dari pertumbuhan yang ditopang oleh investasi ke konsumsi domestik.

Dalam pidatonya di China Development Forum Minggu (26/3/2023) di Beijing, Georgieva menyebut pertumbuhan yang ditopang konsumsi akan lebih tahan lama, tidak terlalu bergantung dengan utang, dan membantu mengatasi perubahan iklim.

Bukti masalah yang ditimbulkan dari pertumbuhan yang ditopang investasi kini sudah terlihat di China, utang pemerintah daerah (Pemda) dikabarkan menembus US$ 15,3 triliun atau hampir Rp 230.000 triliun (kurs Rp 15.000/US$). Bahkan, menurut estimasi Goldman Sachs nilainya mencapai US$ 23 triliun.

Kemudian sektor manufaktur China mengalami kontraksi yang cukup dalam. Artinya pabrik-pabrik mengalami penurunan aktivitas, misalnya produksi menurun. Dampaknya ke tenaga kerja, bukannya merekrut malah bisa jadi terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Dengan adanya berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi sentimen pasar, terutama di China, pelaku pasar di IHSG cenderung wait and see hingga perdagangan hari ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Sesi I Hari Ini Turun Tipis, 268 Saham Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular