Saham & Emas Kompak Meroket! Saatnya Taruh Duit Di Sana?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 October 2022 15:35
[THUMB] Resesi
Foto: Arie Pratama

Kondisi dunia sebenarnya masih belum membaik. Ketidakpastian masih sangat tinggi, sejalan dengan tingginya inflasi di berbagai negara. Risiko resesi bahkan stagflasi juga masih besar, sehingga pasar finansial masih akan volatil ke depannya.

Bank Dunia sudah mengutarakan hal tersebut.

"Tiga ekonomi terbesar dunia-Amerika Serikat, China, dan kawasan Eropa- telah melambat tajam," tulisnya dalam sebuah studi baru, dikutip Jumat (16/9/2022).

Bank Dunia yakin pukulan moderat sekalipun akan memicu resesi global. Bank Dunia pun memperkirakan kenaikan suku bunga akan terus dilakukan hingga tahun depan. Namun, langkah ini tak akan cukup mampu membawa inflasi kembali ke tingkat sebelum pandemi Covid-19.

Lembaga internasional ini pun mengatakan bank sentral mungkin perlu menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 poin persentase untuk meredam inflasi.

Tambahan dosis suku bunga tersebut berada di atas kenaikan 2 poin yang sudah terlihat di atas rata-rata tahun 2021.

Bank Dunia mengingatkan bahwa dosis lebih tinggi ini dapat memperlambat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global. Pada 2023, PDB dunia diperkirakan bisa susut menjadi 0,5% setelah terkontraksi 0,4%.

Menurut Bank Dunia, ini akan memenuhi definisi teknis dari resesi global.

Jika inflasi tidak juga turun, maka stagflasi yang akan terjadi, dan ini lebih buruk ketimbang resesi.

Tidak seperti resesi yang sering terjadi, stagflasi cukup langka.

Istilah stagflasi pertama kali muncul pada 1970an di Amerika Serikat (AS), dan belum lagi pernah terjadi. Saat ini pun baru sebatas risiko stagflasi.

Stagflasi merupakan periode pelambatan atau stagnannya perekonomian disertai dengan inflasi yang tinggi. Sementara resesi merupakan kontraksi pertumbuhan ekonomi setidaknya dalam dua kuartal beruntun.

Efek keduanya sama-sama buruk bagi perekonomian maupun masyarakat, tetapi stagflasi bisa lebih parah.

Ketika inflasi tinggi dan produk domestik bruto (PDB) melambat atau stagnan, maka perlahan-lahan kondisi ekonomi akan semakin memburuk atau 'mati pelan-pelan'.

Saat kondisi perekonomian memburuk, pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terjadi secara masif, dan tingkat pengangguran akan meroket. Inflasi dan tingkat pengangguran yang tinggi bisa menjadi ciri khas dari stagflasi. Sebab, keduanya biasanya berkebalikan.

Stagflasi lebih sulit 'disembuhkan' ketimbang resesi. Sebab, para pembuat kebijakan harus bisa menyeimbangkan antara inflasi dan pasar tenaga kerja. Ketika inflasi tinggi maka suku bunga akan dikerek naik, tetapi risikonya pasar tenaga akan melemah dan tingkat pengangguran meningkat.

Sebaliknya, saat tingkat pengangguran tinggi yang dibutuhkan adalah suku bunga rendah, tetapi risikonya inflasi akan meningkat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular