Masih Merah Sih, Tapi IHSG Sesi I Sudah Kembali ke 7.000-an

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
30 September 2022 12:03
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada penutupan perdagangan sesi I Jumat (30/9/2022). Dengan ini sudah enam hari beruntun pasar saham Tanah Air diterpa aksi jual dari investor yang membuat harga saham rontok.

IHSG dibuka melemah 0,21% di posisi 7.021,75 dan ditutup di zona merah dengan koreksi 0,5% atau 34,95 poin, ke 7.001,25 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 7,45 triliun dengan melibatkan lebih dari 15 miliar saham yang berpindah tangan 781 kali.

Sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona merah. Selang 2 menit saja IHSG langsung ambles 0,43% ke 7.005,97. Pukul 09:14 WIB indeks terpantau anjlok 1,04% ke 6.962,67 dan sempat meninggalkan level 7.000. IHSG terus konsisten berada di zona merah hingga penutupan perdagangan sesi I meskipun penurunan sempat terpangkas di akhir perdagangan.

Level tertinggi berada di 7.036,2 sesaat setelah perdagangan dibuka, sementara level terendah berada di 6.926,86 sekitar pukul 09:30 WIB. Mayoritas saham siang ini terpantau masih mengalami penurunan.

Statistik perdagangan mencatat ada 442 saham yang melemah dan 119 saham yang mengalami kenaikan dan sisanya sebanyak 118 saham stagnan.

Asing secara konsisten melakukan aksi jual di pasar saham. Kemarin asing net sell Rp 568 miliar di pasar reguler, sehingga secara total asing telah kabur dari pasar saham RI sebesar Rp 3,1 triliun di sepanjang pekan ini.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 458,5 miliar. Sedangkan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 454,6 miliar dan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di posisi ketiga sebesar Rp 302,4 miliar.

Pasar saham AS ditutup kembali 'berdarah-darah' pada perdagangan Kamis (29/9/2022) waktu New York karena gejolak ekonomi yang kian memanas. Saham melanjutkan aksi jual karena kekhawatiran bahwa resesi tidak akan menghentikan The Federal Reserve menaikkan suku bunga.

Dow Jones Industrial Average ditutup anjlok 458,13 poin, atau 1,54% ke 29.225,61. Sedangkan S&P 500 longsor 2,11% dan Nasdaq turun 314,13 poin, atau 2,84%.

"Suku bunga belum membatasi, mengatakan masih banyak yang harus dilakukan untuk menurunkan inflasi," ungkap Presiden Federal Reserve Cleveland Loretta Mester dalam acara "Squawk Box" CNBC International.

Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan Reuters yang menunjukkan bank sentral AS (The Fed) akan semakin agresif menaikkan suku bunga, dan 'penderitaan' yang lebih besar akan datang.

Sebanyak 59 dari 83 ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada November. Kemudian, di Desember, The Fed diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 50 basis poin menjadi 4,25-4,5%.

Jika sesuai prediksi, maka suku bunga The Fed akan berada di level tertinggi sejak awal 2008, atau sebelum krisis finansial global.

Tren pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini hingga tembus Rp 15.265/US$ memang menjadi sentimen negatif untuk IHSG.

Kekhawatiran juga datang dari pernyataan ekonom yang sudah banyak ekonom yang meramalkan dunia akan memasuki resesi tahun depan. Tak bisa dipungkiri, ini membuat pasar ketar-ketir.

Inflasi masih menjadi momok mengerikan hampir di seluruh negara di dunia. Situasi ini yang bahkan diperkirakan bakal menyeret dunia ke jurang resesi tahun depan. Inflasi negara berkembang saat ini rata-rata sudah di atas 10%. Sedang inflasi negara maju sudah melebihi 8%. Padahal, inflasi di kawasan ini sebelumnya masih sekitar 0%.

Melihat perkembangan ekonomi global yang kian mengkhawatirkan, tiga orang penting di negeri ini juga membawa pesan penting bahwa jurang krisis dan resesi ada di depan mata.

Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah mengemukakan bahaya resesi dan tekanan ekonomi global bagi Indonesia.

Sementara untuk Indonesia sendiri, inflasi diperkirakan akan melonjak pada September 2022 sebagai imbas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan inflasi September akan menembus 1,20% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).

Jika ramalan ini benar maka ini akan menjadi inflasi tertinggi sejak Desember 2014 atau dalam 98 bulan atau lebih dari 7,5 tahun. Hasil poling juga memperkirakan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) akan menembus 5,98% atau tertinggi sejak Oktober 2015 atau tujuh tahun terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/vap) Next Article IHSG Sesi I Hari Ini Turun Tipis, 268 Saham Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular