Cash Is The King Bakal Bawa Rupiah ke Rp 15.400/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 September 2022 08:10
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah jeblok nyaris 1% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.260/US$ pada perdagangan Rabu kemarin. Isu resesi dunia di 2023 serta kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang agresif terus membuat rupiah terpuruk.

Dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi primadona saat isu resesi dunia semakin menguat. Apalagi dengan The Fed yang berencana terus menaikkan suku bunga hingga tahun depan.

Istilah cash is the king, kembali mengemuka di dalam negeri. Kali ini justru datang dari otoritas moneter, Bank Indonesia (BI).

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah cash is the king muncul beberapa kali. Yang terdekat, saat awal pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).

Kali ini, istilah cash is the king dilontarkan langsung oleh Deputi Gubernur BI Aida S Budiman.

"Kita kenal istilah higher for longer (untuk suku bunga di berbagai negara) yang menimbulkan ketidakpastian global dan pasar keuangan, diikuti Eropa. Sehingga mata uang dolar AS mengalami peningkatan tertinggi dalam sejarahnya dan mengalami tekanan cash is the king," jelas Aida dalam Diskusi Publik Memperkuat Sinergi untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian, Rabu (28/9/2022).

Istilah tersebut merujuk pada fenomena di mana para pelaku pasar lebih memilih memegang cash. Tetapi bukan sembarangan cash, hanya dolar AS.

Hal ini tercermin dari meroketnya indeks dolar AS ke level tertinggi dalam lebih dari 20 tahun terakhir.

Sepanjang tahun ini, indeks dolar AS melesat lebih dari 19%. Menjadi kenaikan tahunan tertinggi sepanjang sejarah yang tercatat di Refinitiv.

Patut diingat, cash is the king bukan berarti para investor menyimpan dolar AS dalam bentuk fisik, tetapi bisa dalam bentuk tabungan, atau instrumen investasi dalam bentuk dolar AS yang likuid.

Namun, pada perdagangan Rabu kemarin indeks dolar AS jeblok 1,3%, memberikan peluang penguatan rupiah pada perdagangan Kamis (29/9/2022).

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50) kisaran Rp 14.890/US$ - Rp 14.900/US$.

MA 50 merupakan resisten kuat, sehingga tekanan pelemahan akan lebih besar ketika rupiah menembusnya. Apalagi rupiah kini sudah menembus Rp 15.090/US$ - Rp 15.100/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 50%.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Selama tertahan di atas Fibonacci Retracement 50% tersebut ditembus dan tertahan di atasnya, rupiah berisiko terpuruk semakin jauh. Target pelemahan ke Rp 15.450/US$, yang merupakan Fibonacci Retracement 38,2%.

Untuk hari ini, risiko pelemahan rupiah masih di sekitar Rp 15.300/US$ - Rp 15.330/US$.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah cukup lama berada di wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Support terdekat berada di kisaran Rp 15.230/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 15.200/US$.

Support selanjutnya berada di kisaran Rp 15.170/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular