BI Sebut Cash Is The King, Barang Apa Itu? Ini Penjelasannya!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 September 2022 19:05
Bank Indonesia
Foto: Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Istilah cash is the king, kembali mengemuka di dalam negeri. Kali ini justru datang dari otoritas moneter, Bank Indonesia (BI).

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah cash is the king muncul beberapa kali. Yang terdekat, saat awal pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).

Kali ini, istilah cash is the king dilontarkan langsung oleh Deputi Gubernur BI Aida S Budiman.

"Kita kenal istilah higher for longer (untuk suku bunga di berbagai negara) yang menimbulkan ketidakpastian global dan pasar keuangan, diikuti Eropa. Sehingga mata uang dolar AS mengalami peningkatan tertinggi dalam sejarahnya dan mengalami tekanan cash is the king," jelas Aida dalam Diskusi Publik Memperkuat Sinergi untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian, Rabu (28/9/2022).

Lantas apa itu cash is the king?

Istilah tersebut merujuk pada fenomena di mana para pelaku pasar lebih memilih memegang cash. Tetapi bukan sembarangan cash, hanya dolar Amerika Serikat (AS).

Hal ini tercermin dari meroketnya indeks dolar AS. Pada perdagangan Rabu (28/9/2022), indeks dolar AS melesat 0,36% ke 114,50 yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari 20 tahun terakhir.

Sepanjang tahun ini, indeks dolar AS melesat lebih dari 19%. Menjadi kenaikan tahunan tertinggi sepanjang sejarah yang tercatat di Refinitiv.

Patut diingat, cash is the king bukan berarti para investor menyimpan dolar AS dalam bentuk tunai saja, tetapi bisa dalam bentuk tabungan, atau instrumen investasi dalam bentuk dolar AS yang likuid.

Cash is the king juga berbeda dengan rush money, yakni kondisi saat masyarakat melakukan penarikan uang besar-besaran dari perbankan.

Adapun cash is the king yang terjadi kali ini akibat sikap agresif bank sentral AS (The Fed) dalam menaikkan suku bunga.

The Fed Kamis lalu menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3% - 3,25%, serta menegaskan sikap agresifnya. Hal ini membuat indeks dolar AS melesat sekaligus juga menekan emas.

Suku bunga The Fed kini berada di level tertinggi sejak awal 2008.

"FOMC (Federal Open Market Committee) sangat bertekad untuk menurunkan inflasi menjadi 2%, dan kami akan terus melakukannya sampai pekerjaan selesai," kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (22/9/2022) 

The Fed kini melihat suku bunga akan mencapai 4,6% (kisaran 4,5% - 4,75%) di tahun depan. Artinya, masih akan ada kenaikan 150 basis poin dari level saat ini.

Bahkan, beberapa pejabat The Fed melihat suku bunga berada di kisaran 4,75 - 5% di 2023, sebelum mulai turun di 2024.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular