BI: Kita Akan Hadapi Situasi 'Cash Is The King'

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 September 2022 11:22
Gedung BI
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan tekanan inflasi masih mendominasi perekonomian di sejumlah negara, yang menyebabkan pasar keuangan global akan terus diwarnai ketidakpastian global hingga 2023.

Deputi Gubernur BI Aida S Budiman menjelaskan, dari pengamatan BI, pertumbuhan ekonomi dunia akan semakin menurun di tahun depan, terutama berasal dari negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan negara berkembang seperti China.



Inflasi di negara berkembang atau emerging market saat ini sudah di atas 10%, sementara negara maju yang selama ini mengalami inflasi 0% sekarang sudah di atas 8%. Hal ini terjadi tak luput karena masih berlangsungnya tensi geopolitik Rusia dan Ukraina.

"Akibatnya semua energi, komoditas naik, berlanjut proteksionisme pangan, heat wave di China dan Eropa yang menerus memberikan tekanan inflasi," jelas Aida dalam Diskusi Publik Memperkuat Sinergi untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian, Rabu (28/9/2022).

Untuk menahan laju inflasi tersebut, banyak negara terutama di negara Pam Sam, melakukan normalisasi kebijakan. BI memperkirakan Bank Sentral AS masih akan meningkatkan suku bunga acuan atau fed fund rate hingga 2023.

"Kita kenal istilah higher for longer yang menimbulkan ketidakpastian global dan pasar keuangan, diikuti Eropa. Sehingga mata uang dolar AS mengalami peningkatan tertinggi dalam sejarahnya dan mengalami tekanan cash is the king," jelas Aida.



Lantas apa yang akan ditempuh BI?

Aida bilang, dengan kenaikan suku bunga acuan BI yang sudah dilakukan dalam dua bulan terakhir sebesar masing-masing 25 bps pada bulan lalu dan 50 bps pada bulan ini sudah menjangkar inflasi dan ekspektasi inflasi ke depan.

Kendati demikian, yang perlu diwaspadai ke depan adalah inflasi yang berasal dari volatile food atau pergerakan harga pangan.

"Kita perlu mewaspadai kondisi volatile food... Karena harga-harga komoditas pangan global masih berlanjut dan masih terdapat tantangan, karena cuaca yang belum kondusif," jelas Aida.

Disamping itu, dalam menjaga inflasi yang berasal dari volatile food, Aida bilang seluruh daerah perlu untuk melakukan operasi pasar guna mengawasi produksi pangan, karena saat ini dalam satu waktu dan wilayah produksi pangan di berbagai daerah di Indonesia tidak merata.

"Kita harus punya fundamental terkait produksi supaya kuat antar waktu dan wilayah," jelas Aida.



Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan suku bunga acuan ini merupakan langkah front-loaded, preemptive, dan forward looking dalam menurunkan ekspektasi inflasi dan inflasi inti.

Stance kebijakan suku bunga BI ke depan, kata Perry, Indonesia tidak akan mengadopsi kenaikan suku bunga secara agresif atau hawkish. Menurutnya, inflasi yang terjadi di Indonesia dalam taraf yang terkendali.

"Inflasi kita relatif terkendali dibandingkan negara lain, sehingga keperluan untuk menaikkan suku bunga lebih agresif tidak diperlukan di Indonesia," tegas Perry dalam konferensi pers, Kamis (22/9/2022).


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramalan Terbaru BI Soal Dunia: AS & India Cerah, China Makin Gelap

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular