
Butuh Kajian Ilmiah! Rombak BI, OJK & LPS Jangan Buru-buru

Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) alias Omnibus Law Keuangan telah disahkan di dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (20/9/2022).
Dengan pengesahan ini, maka RUU PPSK resmi masuk di dalam Prolegnas DPR 2023 dan tinggal menunggu pembahasan dengan otoritas terkait.
Omnibus Law Keuangan ini akan merombak sederet aturan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Namun, dari draf RUU PPSK tertanggal 22 September 2022 yang diterima CNBC Indonesia, ada beberapa perubahan dan tambahan. Perubahan dan tambahan ini cukup signifikan terjadi di dalam aturan terkait dengan BI. Salah satunya adalah syarat Anggota Dewan Gubernur BI.
DPR memutuskan untuk menghapus Pasal 47 huruf C dari UU BI sebelumnya di dalam RUU PPSK. Pasal ini adalah substansi mengenai BI terkait pelarangan Anggota Dewan Gubernur BI menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Amir Uskara dihapuskan klausul tersebut di dalam Omnibus Law Keuangan, bukan artinya Deputi Gubernur BI boleh berpolitik. Namun, sumber daya manusia dari Deputi Gubernur BI boleh berasal dari kalangan politisi.
"Kan kita disini (kalangan politisi) banyak profesional yang banyak masuk sini. Artinya kita gak mau batasi, sepanjang dia punya kemampuan, kapasitas dan kompetensi, bisa masuk," ungkap Amir.
Kemudian, pasal 8AB dalam RUU PPSK mengungkapkan bahwa bank umum akan diwajibkan segera menyesuaikan ambang suku bunga kredit paling lama tujuh hari setelah BI menetapkan penyesuaian suku bunga acuannya.
Amir menjelaskan mengungkapkan penambahan usulan klausul ini karena selama ini di saat BI sudah menyesuaikan, terutama saat menurunkan suku bunga kebijakan seven days repo rate (BI7DRR), perbankan tidak langsung mengikuti.
"Misalnya suku bunga BI7DRR turun harusnya diikuti oleh perbankan. Karena selama ini turun, perbankan tetap saja. Artinya tujuan untuk pergerakan ekonomi tidak maksimal," tutur Amir.
Selain itu, mandat BI sebagai bank sentral juga ditambah. Bukan hanya memelihara stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan, BI kini juga harus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Perubahan ini menuai respons beragam. Tak sedikit yang berharap DPR tidak terburu-buru dan pembahasan soal RUU PPSK ini diperkuat dengan kajian ilmiah.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David E. Sumual menilai pemerintah dan DPR harus membuat kajian ilmiah sebelum menerapkan RUU PPSK, terutama yang memuat soal fungsi bank sentral.
"Mungkin yang paling penting perlu dikaji lebih dalam dan clear dengan stakeholder. Intinya messagenya bikin kajian," tegasnya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam menuturkan omnibus law sistem keuangan memang harus didahulukan karena undang-undang yang mengatur BI, OJK, perbankan dan LPS banyak yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
"Jadi harus dilakukan amandemen secepatnya. Saya sependapat RUU omnibus sistem keuangan perlu disegerakan," ungkapnya.
Namun, dia berharap prosesnya harus melibatkan stakeholder terkait. "Jangan asal cepat!," kata Piter saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (27/9/2022).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memandang bahwa naskah akademik dari RUU PPSK itu juga harus kita telaah lagi.
"Oke, pemerintah butuh dukungan dari regulator sektor keuangan, tapi kita perlu mendudukan pada pakem yang benar, jangan sampai kelewatan," kata Josua.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kronologi RUU PPSK, Berubah Drastis dari Usulan Sri Mulyani