Omnibus Law Sektor Keuangan

Gawat! Politisi Bisa Jadi Bos BI, Independensi Dipertaruhkan

Market - Tim Redaksi, CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
27 September 2022 17:00
(CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Fungsi dan mandat bank sentral Tanah Air akan berubah secara signifikan karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) alias Omnibus Law Keuangan inisiatif Komisi XI untuk dilanjutkan menjadi RUU Usulan DPR RI.

Dengan adanya Omnibus Law Keuangan ini, mandat Bank Indonesia (BI) akan ditambah. Bukan hanya memelihara stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan, BI juga harus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Selain itu, dalam draft RUU PPSK yang diterima CNBC Indonesia dengan draft tertanggal 22 September 2022 beberapa aturan diubah dan ditambah. Salah satunya adalah mengenai syarat Anggota Dewan Gubernur BI.

DPR memutuskan untuk menghapus Pasal 47 huruf C dari UU BI sebelumnya di dalam RUU PPSK. Pasal ini adalah substansi mengenai BI terkait pelarangan Anggota Dewan Gubernur BI menjadi pengurus atau anggota partai politik.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Amir Uskara dihapuskan klausul tersebut di dalam Omnibus Law Keuangan, bukan artinya Deputi Gubernur BI boleh berpolitik. Namun, sumber daya manusia dari Deputi Gubernur BI boleh berasal dari kalangan politisi.

"Kan kita disini (kalangan politisi) banyak profesional yang banyak masuk sini. Artinya kita gak mau batasi, sepanjang dia punya kemampuan, kapasitas dan kompetensi, bisa masuk," jelas Amir, kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (27/9/2022).

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede khawatir wacana ini akan mengganggu independensi BI sebagai lembaga moneter.

"Kalau beritanya sudah didengungkan media asing, biasanya ini jadi lebih panas, dampaknya langsung ke market. Makanya ini harus kita antisipasi, naskah akademik dari RUU itu juga harus kita telaah lagi," tegasnya.

Mengenai tambahan mandat, Josua menjelaskan, secara teori fungsi bank sentral adalah stabilisator, yaitu melakukan stabilisasi perekonomian. Sementara itu, fungsi generator pertumbuhan itu menjadi tanggungan otoritas fiskal.

"Ini memang yang harus kita perhatikan, BI sebagai stabilisator rupiah tapi diarahkan mendorong pertumbuhan. Memang itu sudah ada kaitannya, saat rupiah stabil, inflasi terkendali itu akan tersendirinya growth terdorong," ujarnya.

"Tapi kalau dari sisi dampak aktif atau kebijakan aktifnya, belum ada gambaran. Yang saya lihat untuk mengedepankan independensi BI. Bank sentral ini harus tetap independen dan investor melihat independensi kredibilitas BI akan terjaga," lanjutnya.

Dia menilai kalau fungsi BI terlalu overlapping atau tumpang tindih, harmonisasi ini jadi tidak seimbang. Alhasil, investor akan melihat efeknya terhadap independensi BI.

"Makanya harapannya sekalipun RUU ini disahkan atau disetujui oleh DPR, saya harapkan tentu pada tujuannya fungsinya stabilitas moneter dan harga atau inflasi," ungkapnya.

Dia yakin jika moneter terjaga dan inflasi stabil, maka pada akhirnya dua hal itu akan mendorong ekonomi. Jika dibandingkan dengan bank sentral AS, Federal Reserve, yang melakukan survei tenaga kerja bulanan, tentu berbeda dengan BI.

Josua menilai, hal ini seharusnya bisa jadi perhatian pemerintah dah BI ke depannya. Kebijakan seperti apa yang akan disiapkan setiap bulannya untuk memprediksi tingkat pengangguran atau tenaga kerja.

"Jadi ini harus kita dalami dan saya pada dasarnya akan tetap mendukung independensi BI agar ini kinerja BI terjaga ke depannya," tegasnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

BI Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5,3% Tahun Ini


(haa/haa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading