Bos BI Ramal Dunia Gelap di 2022, Tahun Depan Lebih Parah

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
22 September 2022 18:10
Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan September 2022. (Tangkapan layar Youtube BI)
Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan September 2022. (Tangkapan layar Youtube BI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan perekonomian global berisiko tumbuh lebih rendah disertai dengan tingginya tekanan inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, penurunan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih besar pada 2023, terutama di Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok bahkan disertai dengan risiko resesi di sejumlah negara maju.

"Faktornya, masih terjadinya disrupsi atau gangguan mata rantai pasokan global dan kebijakan proteksionisme di berbagai negara, berlanjutnya ketegangan politik, heatwave, dan respon kebijakan suku bunga yang agresif di Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara," jelas Perry dalam konferensi pers, Rabu (22/9/2022).

Inflasi di negara maju maupun emerging market meningkat tinggi, bahkan inflasi inti berada dalam tren meningkat sehingga mendorong bank sentral di banyak negara melanjutkan kebijakan moneter agresif.

Perry bilang, perkembangan terkini menunjukkan kenaikan Fed Fund Rate yang lebih tinggi dan diperkirakan masih akan meningkat.

Perkembangan tersebut mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS dan semakin tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, sehingga mengganggu aliran investasi portofolio dan tekanan nilai tukar di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.

"Menurut perkiraan, pertumbuhan ekonomi global tahun ini 2,8%, tahun depan kami perkiraan bisa turun jadi 2,7% dan ada risiko ke 2,6%," jelas Perry.

"Amerika Serikat memang tahun ini masih tumbuh sekitar 2,1%, namun tahun depan 1,5%. Eropa tahun ini 2,1% dan tahun depan lebih rendah menjadi 1,2%, Tiongkok tahun ini 3,2% dan tahun depan 4,6%," kata Perry lagi.

Kendati demikian, perbaikan ekonomi nasional terus berlanjut dengan semakin membaiknya permintaan domestik dan tetap positifnya kinerja ekspor.

Konsumsi swasta tumbuh tinggi didukung dengan kenaikan pendapatan, tersedianya pembiayaan kredit, dan semakin kuatnya keyakinan konsumen, seiring dengan semakin meningkatnya mobilitas.

Adapun, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 akan tembus 5,5%. "Kekuatan permintaan domestik itu juga tetap kuat," ujarnya.

Dorongan terhadap konsumsi rumah tangga juga didukung oleh kebijakan Pemerintah yang menambah bantuan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat, utamanya kelompok bawah, dari dampak kenaikan inflasi sebagai konsekuensi pengalihan subsidi BBM. Kenaikan permintaan domestik juga terjadi pada investasi, khususnya investasi nonbangunan.

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor Indonesia, kata Perry diperkirakan tetap baik, khususnya CPO, batu bara, serta besi dan baja seiring dengan permintaan beberapa mitra dagang utama yang masih kuat dan kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor CPO dan pelonggaran akses masuk wisatawan mancanegara.

Secara spasial, kinerja positif ekspor ditopang oleh seluruh wilayah, terutama Kalimantan dan Sumatera, yang tetap tumbuh kuat. Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada kinerja lapangan usaha utama, seperti industri pengolahan, pertambangan, dan pertanian.

"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan tetap bias ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5-5,3%," jelas Perry.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sst..Ini 5 Risiko Global yang Paling Ditakuti Gubernur BI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular