Jakarta, CNCB Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada perdagangan Rabu (21/9/2022) kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah tercatat melemah sedangkan mayoritas surat berharga negara (SBN) malah ramai diburu investor terlihat dari turunnya angka imbal hasil.
Indeks acuan utama bursa domestik, kemarin melemah 0,12% di 7.188,31. Secara eksklusif ia bergerak di zona merah sepanjang perdagangan.
Mayoritas indeks sektoral juga berakhir di memble dengan pelemahan dipimpin oleh sektor konstruksi dan infrastruktur. Adapun tiga saham utama yang menjadi pemberat IHSG pada perdagangan kemarin adalah Bank Central Asia (BBCA), Telkom Indonesia (TLKM) dan GoTo Gojek Tokopedia (GOTO).
Nilai transaksi indeks masih relatif sepi di sekitar Rp 13 triliun atau turun signifikan dari rata-rata harian pekan lalu yang mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Sebanyak 27 miliaran saham yang berpindah tangan 1,34 juta kali, dengan 202 saham terapresiasi, 334 saham terdepresiasi, dan 155 saham lainnya stagnan.
Kondisi serupa juga terjadi di pasar keuangan lain, di mana kemarin rupiah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan sempat menembus level psikologis Rp 15.000/US$ untuk beberapa saat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,13% ke Rp 15.000/US$. Depresiasi semakin membengkak hingga 0,22% ke Rp 15.013/US$. Nyaris sepanjang perdagangan rupiah berada di atas level psikologis tersebut.
Menjelang penutupan perdagangan, rupiah mulai memangkas pelemahan hingga berakhir di Rp 14.995/US$, turun 0,1%.
Sama dengan yang terjadi di pasar ekuitas, pelemahan tersebut juga terjadi karena pedagang masih menunggu keputusan kebijakan moneter sejumlah bank sentral utama dunia.
Bank Indonesia (BI) sepertinya menjadi penyelamat dan membuat rupiah mampu kembali ke bawah Rp 15.000/US$, dengan triple intervention.
"Tentu kami masuk pasar dengan triple intervention-nya untuk memastikan jangan sampai terjadi pelemahan yang liar atau berlebihan," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/9/2022).
Triple intervention adalah intervensi yang dilakukan BI pada Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), pasar spot, sampai ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Terakhir dari pasar obligasi, harga mayoritas SBN ditutup menguat. Imbal hasil mayoritas SBN turun kemarin, kecuali untuk SBN tenor 1, 3, dan 20 tahun yang dilepas oleh investor dan ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun naik 0,8 basis poin (bp) ke posisi 4,753%, sedangkan yield SBN bertenor 3 tahun meningkat 1 bp ke 6,238%, dan yield SBN berjangka waktu 20 tahun menanjak 2,8 bp menjadi 7,273%.
Pasar saham Amerika Serikat (AS) karam dalam perdagangan yang bergejolak pada hari Rabu waktu setempat setelah The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin dan memproyeksikan kenaikan suku bunga yang masih berlanjut ke depan dalam upayanya untuk menjinakkan lonjakan inflasi.
Dow Jones Industrial Average anjlok 522,45 poin, atau 1,70%. Sementara itu dua indeks utama Wall Street lainnya yakni S&P 500 dan NASDAQ masing-masing turun sebesar 1,71% dan 1,79%.
S&P 500 mengakhiri sesi Rabu turun lebih dari 10% dalam sebulan terakhir dan 21% dari level tertinggi 52 minggu, sementara Dow dan Nasdaq masing-masing melemah lebih dari 21% dan 30% dari tertingginya. Bahkan sebelum keputusan kenaikan suku bunga, harga saham telah melemah lebih dulu karena investor takut pengetatan agresif oleh Fed dapat mengarahkan ekonomi ke dalam resesi.
 Foto: Feri Sandria Wall Street vs IHSG |
Saham bergejolak karena para pedagang menguraikan keputusan suku bunga dan komentar terbaru dari konferensi pers Powell. Pada level tertingginya, Dow Jones sempat naik lebih dari 314 poin.
Kenaikan ini sejatinya sesuai dengan ekspektasi pasar, akan tetapi komentar The Fed yang mengindikasikan The Fed tetap hawkish membuat investor makin waswas. Tingkat suku bunga terminal atau posisi FFR di mana bank sentral akan mengakhiri rezim pengetatannya diproyeksikan akan mencapai 4,6%.
Bank sentral juga mengindikasikan bahwa pihaknya berencana untuk tetap agresif, menaikkan suku bunga menjadi 4,4% pada tahun depan. Angka ini naik dari pada proyeksi sebelumnya di bulan Juni yang diperkirakan akan mencapai 3,8%.
"Tidak selamanya kapal dapat berlayar melawan arah badai --- dengan kenaikan suku bunga 75 basis poin ketiga berturut-turut selama empat bulan terakhir, pelaku pasar harus mencari tempat berlindung dari badai yang akan datang," kata Charlie Ripley, ahli strategi investasi senior di Allianz Investment Management, dilansir CNBC International.
Semua sektor utama S&P 500 menyelesaikan sesi perdagangan di wilayah negatif, dipimpin oleh sektor konsumer non-primer dan layanan komunikasi. Saham perjalanan dan hiburan juga terpukul bersama dengan saham teknologi besar seperti Apple, Amazon, dan Meta Platforms.
Hari ini sentimen utama yang berpotensi menggerakkan IHSG akan didominasi oleh keputusan kebijakan moneter terbaru terkait suku bunga.
Bank sentral terbesar dunia asal Amerika Serikat (AS), The Fed, resmi menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 75 bps dalam kali ketiga beruntun. Keputusan yang diperoleh dengan suara bulat 12 anggota komite tersebut akan menaikkan suku bunga acuan AS atau federal-funds rate (FFR) ke kisaran antara 3% dan 3,25%, level yang terakhir terlihat pada awal 2008.
 Foto: Feri Sandria FFR vs Inflasi |
Meskipun menaikkan suku bunga sebesar ekspektasi pasar, The Fed masih tetap hawkish dan mengisyaratkan kenaikan besar tambahan kemungkinan akan terjadi pada pertemuan mendatang karena demi memerangi inflasi yang tetap mendekati level tertinggi 40 tahun.
Siang ini, jelang penutupan pasar saham domestik Bank Indonesia dijadwalkan akan mengumumkan tingkat suku bunga baru yang diprediksi diperketat naik seperempat poin presentase. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksikan BI akan menaikkan suku bunga acuan pada bulan ini. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, semuanya kompak memperkirakan kubu MH Thamrin akan menaikkan suku bunga acuan.
Selain BI dan The Fed, bank sentral utama dunia lain yang ikut mengumumkan suku bunga acuannya termasuk Bank of England, Swiss National Bank dan Bank of Japan.
Inflasi global yang semakin liar memaksa mayoritas bank sentral utama dunia mengetatkan kebijakan moneternya dan menaikkan suku bunga secara tajam. Hal ini pada akhirnya berpotensi menyebabkan resesi, dengan sejumlah organisasi besar seperti Bank Dunia telah mewanti-wanti.
Sentimen berikutnya yang juga patut disimak adalah perkembangan baru dari konflik di Eropa Timur. Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini mengumumkan akan menambah pasukan militer dengan jumlah sekitar 300.000 ke wilayah Ukraina, setelah belakangan mampu dipukul mundur si sejumlah wilayah. Pasukan itu kabarnya juga dikerahkan untuk mengamankan referendum yang rumornya diprakarsai Moskow di empat wilayah utama separatis di timur dan selatan Ukraina.
Perang yang kembali memanas dapat pergerakan harga komoditas kembali liar yang mana perubahan harga tersebut sering kali ikut mendikte pergerakan pasar saham domestik. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya nyaris secara eksklusif ditopang oleh naik turunnya harga komoditas di pasar global.
Sejumlah komoditas yang harganya dapat terdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk minyak mentah, gas alam dan batu bara, serta minyak nabati hingga gandum.
Harga minyak mentah dunia dan gas alam Eropa langsung naik setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi tenaga militer cadangan tersebut.
Selanjutnya imbal hasil obligasi AS yang beberapa hari terus melonjak ke level tertinggi baru multi-tahun, akhirnya mulai turun pada perdagangan Rabu.
Meski demikian imbal hasil tersebut masih relatif tinggi yang mana saat ini, kurang dari 16% saham S&P 500 memiliki yield dividen yang lebih besar daripada imbal hasil surat utang AS dua tahun, yang nyaris mendekati 4%.
Menguatnya imbal hasil surat berharga AS juga akan berdampak bagi pasar keuangan RI, yang mana karena spread yang kian menyempit tersebut, membuat pasar keuangan domestik menjadi semakin kurang menarik. Data terbaru Bank Indonesia (BI) melaporkan outflow sejak awal tahun mencapai Rp 143,14 triliun di pasar obligasi atau surat berharga negara (SBN).
Sementara itu di pasar ekuitas kondisinya jauh lebih baik, dengan asing mencatatkan rekor beli bersih Rp 72 triliun sejak awal tahun. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa bursa domestik menjadi salah satu pasar ekuitas dengan kinerja terbaik di dunia tahun ini, sehingga wajar jika dana asing ikut parkir di dalam negeri. Meski demikian dalam sepekan terakhir asing mencatatkan jual bersih.
Selanjutnya dolar juga masih kuat dan diperkirakan akan semakin perkasa pasca pertemuan FOMC. Saat ini dollar index (yang mengukur Greenback dengan enam mata uang utama) telah mendekati level 111 dan merupakan yang tertinggi sejak Juni 2022.
Penguatan dolar dapat menghantam rupiah dan menjadi sentimen negatif bagi sejumlah emiten tanah air. Baik itu yang kinerjanya tergerus karena harus mengimpor barang mentah dan dibayarkan dengan dolar, atau likuiditas yang tertekan bagi sejumlah emiten yang harus membayarkan utang dalam denominasi dolar AS.
Berikut beberapa pidato dan data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:
Pengumuman suku bunga acuan The Fed (01.00)
Pengumuman suku bunga acuan bank sentral Brasil (04.00)
Pengumuman suku bunga acuan bank sentra Jepang/BoJ (10.00)
Rapat dewan umum bank sentral Eropa/ECB (14.00)
Pengumuman suku bunga acuan bank sentral Filipina (14.00)
Pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (14.30)
Pengumuman suku bunga acuan bank sentral Swiss/SNB (14.30)
Pengumuman suku bunga acuan bank sentral Norwegia (15.00)
Pengumuman suku bunga acuan bank sentral Inggris/BoE (18.00)
Pembacaan awal keyakninan konsumen zona euro September (22.00)
Dengan berakhirnya musim laporan keuangan dan RUPST, hari ini hanya terdapat empat agenda korporasi. Pertama adalah dua Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yakni Arkora Hydro (ArRKO) dan Century Textile Industry (CNTX).
Kemudian ada dua emiten lainnya yang melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), yakni Arita Prima Indonesia (APII) dan Pembangunan Jaya Ancol (PJAA).
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA