Awal Pekan Bursa Asia Dibuka Gak Kompak, Nasib IHSG Gimana?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung beragam pada perdagangan Senin (19/9/2022), di mana investor pada pekan ini akan memantau keputusan kebijakan moneter terbaru dari beberapa bank sentral di dunia.
Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,35% dan Shanghai Composite China turun tipis 0,08%.
Sedangkan untuk indeks ASX 200 Australia dibuka menguat 0,11%, Straits Times Singapura naik tipis 0,04%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,25%.
Sementara untuk indeks Nikkei Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Penghormatan untuk Lansia.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam terjadi di tengah kembali melemahnya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu.
Pada Jumat pekan lalu, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,45% ke posisi 30.822,42, S&P 500 terkoreksi 0,72% ke 3.873,33, dan Nasdaq Composite merosot 0,9% menjadi 11.448,4.
Para pengusaha, pembuat kebijakan, dan rakyat AS biasa semuanya bergulat dengan periode akhir suku bunga ultra rendah sedekade lebih yang membantu mendorong ekonomi setelah krisis keuangan 2008 dan kembali dipertahankan karena pandemi global yang menyebabkan ledakan inflasi.
Rantai pasokan yang masih carut marut pasca ekonomi mulai dibuka, perang di Ukraina dan krisis energi yang muncul menjadi sejumlah tantangan yang menambah tingkat ketidakpastian memperparah kondisi ekonomi yang tidak terlihat dalam beberapa dekade.
Penurunan besar pekan lalu datang setelah inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) yang diamati secara luas menghancurkan harapan bahwa inflasi mulai mereda. Di lain sisi, inflasi di AS seakan sudah 'mendarah daging'.
Sebelumnya pada pekan lalu, IHK consumer price index (CPI) AS pada Agustus 2022 dilaporkan sebesar 8,3% (year-on-year/yoy), turun sedikit dari posisi Juli 2022 yang sebesar 8,5%. Angka ini masih lebih besar dari prediksi pasar dalam survei Reuters sebesar 8,1%.
Tanda jika inflasi sudah "mendarah daging" terlihat dari inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan. Inflasi inti justru melesat 6,3% (yoy), lebih tinggi dari bulan Juli 5,9%.
Laporan tersebut menghidupkan kembali kekhawatiran bahwa kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menaikkan suku bunga secara agresif demi memerangi inflasi dapat mendorong AS ke dalam resesi.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas sebesar 80%, The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp), dan probabilitas sebesar 20% untuk kenaikan 100 bp.
Pekan ini, pelaku pasar di global akan memfokuskan perhatiannya kepada keputusan kebijakan moneter suku bunga oleh sejumlah bank sentral, termasuk The Fed.
Bank sentral lain yang ikut mengumumkan suku bunga acuannya selain The Fed, di antaranya bank sentral Inggris (Bank of England/BoE), bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB), bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ), dan Bank Indonesia (BI).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)