Dolar AS Rebahan, Eh Rupiah Ikutan Lemes Jadi Rp 14.930/US$
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Jumat (16/9/2022), meskipun indeks dolar AS terkoreksi dan menjauhi rekor tertingginya sejak dua dekade.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi cukup tajam pada pembukaan perdagangan sebesar 0,17% ke Rp 14.920/US$. Sayangnya, rupiah melanjutkan pelemahannya menjadi 0,23% ke Rp 14.930/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Indeks dolar AS kembali terkoreksi 0,01% ke posisi 109,72 terhadap enam mata uang dunia lainnya. Posisi tersebut kian menjauhi rekor tertinggi sejak dua puluh tahun yang dicapainya pada Rabu (7/9/2022) di 110,79.
Namun, analis memprediksikan bahwa permintaan terhadap dolar AS akan tetap kuat karena prospek ekonomi global yang masih suram.
"Penguatan dolar akan bertahan, setidaknya dalam waktu dekat. Dua faktor utama yang mendukung dolar AS masih ada, yakni potensi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang hawkish pada pekan depan dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang buruk," tutur Analis dan Strategi Mata Uang Commonwealth Bank of Australia Carol Kong dikutip Reuters.
Pada Kamis (15/9), investor global dikejutkan dengan data penjualan ritel AS yang meningkat 0,3% pada Agustus 2022 karena ditopang oleh kenaikan pembelian kendaraan bermotor hingga 2,8%, di tengah harga bahan bakar yang lebih rendah. Administrasi Informasi Energi AS melaporkan harga bensin di AS telah turun sekitar 20% dari rekor puncaknya di Juni 2022.
Angka tersebut juga melampaui ekspektasi analis Dow Jones yang memprediksikan penjualan ritel stagnan.
Kenaikan pada penjualan ritel juga didukung oleh ketatnya pasar tenaga kerja, di mana data klaim tunjangan pengangguran pekan lalu turun 5.000 orang menjadi 213.000 orang dan menjadi level terendah sejak akhir Mei 2022.
Per akhir Juli 2022, ada sebanyak 11,2 juta lowongan pekerjaan yang melebihi angka pengangguran, bahkan rasionya ada dua pekerjaan untuk setiap orang yang menganggur.
Pasar tenaga kerja yang ketat akan mengakibatkan pertumbuhan upah yang kuat, sehingga masyarakat akan terus konsumtif, meskipun inflasi tinggi. Sehingga kian meningkatkan prediksi bahwa The Fed akan lebih agresif lagi pada pertemuannya pekan depan.
Dari Tanah Air, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis (15/9) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus senilai US$ 5,76 miliar pada Agustus 2022, bahkan RI berhasil mencetak surplus selama 28 bulan beruntun.
Surplus neraca perdagangan ditopang oleh surplus neraca komoditas non-minyak dan gas. Neraca nonmigas mengalami surplus US$ 7,74 miliar yang disumbang dari bahan bakar mineral, besi dan baja, lemak dan minyak hewan/nabati.
Tidak hanya kinerja surplus yang tahan lama. Ekspor Indonesia juga berhasil mencetak sejarah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia pada Agustus 2022 mencapai US$ 27,91 miliar.
Nilai tersebut naik 9,17% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm) dan melonjak 30,15% dibandingkan Agustus 2021 (year on year/yoy).
Ini merupakan ekspor rekor baru untuk ekspor Indonesia, alias tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi lain, impor juga mencetak rekor sejarah. Impor Indonesia per Agustus 2022 tembus US$ 22,15 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia kembali surplus sebesar US$ 5,76 miliar.
Data ekonomi yang solid dari dalam negeri, nyatanya hanya membuat Mata Uang Garuda menguat pada Kamis (15/9) ke Rp 14.895/US$. Namun, kini rupiah kembali diperdagangkan ke Rp 14.930/US$, padahal indeks dolar AS sedang melemah di pasar spot.
Hal serupa, mayoritas mata uang di Asia juga terkoreksi terhadap dolar AS. Yuan China memimpin koreksi mata uang di Asia, di mana melemah 0,26%. Kemudian rupiah terkoreksi 0,23% di hadapan dolar AS.
Sementara, yen Jepang menjadi mata uang berkinerja terbaik hari ini, berhasil menguat 0,12% terhadap si greenback.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)