
Ini 'Vitamin' Rupiah Bisa Jadi Juara 2 Di Asia!

Jakarta, CNBCIndonesia -Â Nilai tukar rupiah berhasil menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (18/10/2022), setelah terkoreksi selama tiga hari beruntun sejak pekan lalu. Apa penyebabnya?
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terapresiasi 0,23% pada pembukaan perdagangan ke Rp 15.450/US$. Kemudian, rupiah memangkas penguatannya menjadi 0,13% ke Rp 15.465/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Padahal, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya sedang menguat di pasar spot. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS terpantau menguat 0,22% ke posisi 112,057. Namun, tampaknya tidak menjadi hambatan rupiah untuk menguat.
Penguatan Mata Uang Garuda terjadi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca perdagangan pada Senin (17/10) yang masih surplus US$ 4,99 miliar pada September 2022, meskipun menyusut ketimbang bulan sebelumya di US$ 5,71 miliar.
Nilai ekspor turun 11% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), tapi masih tumbuh 20,28% secara tahunan (year-on-year/yoy). Impor pada September 2022 mencapai US$ 19,81 miliar, turun 10,58% (mtm) dan melonjak 22,01% (yoy).
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan ekspor melandai terutama karena permintaan dan harga komoditas mulai turun.
"Turunnya nilai ekspor disebabkan penurunan ekspor komoditas unggulan, yaitu besi dan baja, minyak kepala sawit, dan batubara. Penurunan tersebut disebabkan turunnya permintaan dan harga komoditas di pasar global," ujar Setianto, dalam konferensi pers, Senin (17/10/2022).
Mengacu data Refinitiv, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) drop 10,3% di sepanjang September 2022. Padahal, CPO berkontribusi terhadap 13% total ekspor Indonesia sehingga penurunan harga CPO bisa berdampak besar terhadap total ekspor.
Volume ekspor CPO turun menjadi 2,55 juta ton pada September 2022 dari sekitar 3,5 juta ton pada Agustus.Nilai ekspor CPO lemak dan minyak hewani/nabati yang didominasi CPO anjlok 32% sebulan menjadi US$ 3,04 miliar pada September.
Ekspor bahan bakar mineral yang didominasi batu bara turun 1,63% sebulan menjadi US$ 5,06 miliar. Bahan bakar mineral serta lemak dan minyak hewan/nabati berkontribusi sebesar 33% dari total ekspor Indonesia. Penurunan pada kedua komoditas tersebut langsung berdampak ke kinerja keseluruhan.
Penurunan ekspor September juga mulai menjadi sinyal dari perlambatan ekonomi global. Ekspor ke negara tujuan utama Indonesia semuanya turun dibandingkan bulan lalu. Ekspor ke Tiongkok melandai 0,1%, ekspor ke Jepang menyusut 2,5%, ke Amerika Serikat ambles 18,3%, ke Korea Selatan anjlok 11,9%, dan India ambles 29,2%.
Meski surplus neraca perdagangan kian menyusut, tapi masih mampu menopang penguatan rupiah hari ini.
Pekan ini, semua mata akan tertuju pada pengumuman kebijakan moneter terbaru oleh Bank Indonesia (BI) pada Kamis (20/10).
Konsensus analis Trading Economics memproyeksikan bahwa BI akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps dan akan membawa tingkat suku bunga BI ke 4,5% dari sebelumnya di 4,25%.
Di Asia, ternyata rupiah tidak sendirian. Mayoritas mata uang berhasil terapresiasi, di mana dolar Singapura menguat paling tajam sebesar 0,16% terhadap dolar AS. Kemudian disusul oleh rupiah yang menguat 0,13% terhadap si greenback dan menempatkan rupiah menjadi juara dua di Asia.
Sementara, baht Thailand terkoreksi paling dalam sekitar 0,11% dan yuan China melemah tipis 0,03% terhadap dolar AS.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Gagal Nanjak, Padahal Dolar AS Lagi Lesu.. Kok Bisa?
