Banyak yang Labanya Melesat, Tapi Emiten Ini Kok Masih Rugi?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
16 September 2022 09:35
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun ini bukan tahun yang mudah untuk para emiten. Baru saja bangkit dari dampak pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina berkecamuk.

Imbasnya, tak sedikit emiten yang justru mencetak kerugian. Tim Riset CNBC Indonesia telah merangkum sejumlah perusahaan Indonesia yang mencatatkan kerugian besar sepanjang semester I-2022.

1. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO)

GOTO mungkin jauh dari dampak perang. Tapi, perusahaan startup memiliki strategi bakar duit. Strategi ini mampu melahirkan loyalitas konsumen yang tinggi, tapi dengan konsekuensi kerugian yang perlu ditanggung di awal. 

GOTO membukukan kerugian bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 13,65 triliun pada semester pertama tahun ini. Berdasarkan, publikasi laporan keuangan perusahaan, kerugian tersebut mengalami kenaikan sebesar 117,28% dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp 6,28 triliun.

Di sisi lain, margin bisnis juga membaik, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Tren pertumbuhan ini semakin mendorong percepatan langkah perseroan menuju proftabilitas, di tengah tantangan makroekonomi yang masih berlanjut.

2. PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR)

LKPR mencatatkan rugi bersih selama semester I-2022 sebesar Rp1,2 triliun. Capaian itu melonjak dari rugi bersih sepanjang tahun lalu yang mencapai Rp19,5 miliar.

Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2022, LPKR mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp6,76 triliun atau menurun 15,42% dari periode yang sama atau year-on-year (yoy). Pada tahun 2021, LPKR membukukan pendapatan sebesar Rp7,89 triliun.

3. PT Air Asia Indonesia Tbk (CMPP)

CMPP membukukan rugi usaha Rp 939,22 miliar di semester I-2022. Jumlah itu 10% lebih kecil dari rugi usaha semester I-2021 yang sebanyak Rp 1,05 triliun.

Dalam laporan keuangannya, CMPP juga mencatatkan beban usaha (neto) Rp 2,08 triliun pada paruh pertama tahun ini, yang membengkak 38,66% dari periode semester pertama tahun lalu yang berjumlah Rp 1,5 triliun.

Beban usaha perseroan di semester I-2022 terbesar dari bahan bakar Rp 597,62 miliar, kemudian beban usaha lain Rp 426,16 miliar, penyusutan Rp 395,41 miliar, perbaikan dan pemeliharaan Rp 243,07 miliar, gaji dan tunjangan Rp 141,07 miliar, pelayanan pesawat dan penerbangan Rp 96,47 miliar, pemasaran Rp 83,59 miliar, beban sewa pesawat Rp 83,28 miliar, dan asuransi Rp 33,33 miliar.

4. PT Bank Bukopin Tbk (BBKP)

BBKP menderita rugi bersih sebesar Rp3,324 triliun pada semester I 2022, atau memburuk dibandingkan periode sama tahun 2021 yang mencatatkan laba bersih sebesar Rp162,45 miliar.

Data tersebut tersaji dalam laporan keuangan semester I 2022 tanpa audit emiten bank milik Kookmin Bank asal Korea itu yang diunggah pada laman Bursa Efek Indonesia (BEI).

Perseroan menuliskan beban penyisihan kerugian penurunan nilai atas aset keuangan sedalam Rp3,93 triliun, atau memburuk dibanding semester 1 2021 yang mencatatkan pembalikan senilai Rp1,101 triliun.

Dampaknya, perseroan mengalami rugi operasional sebesar Rp4,22 triliun, atau memburuk dibandingkan semester I 2021 yang mencatatkan laba operasional Rp233,46 miliar.

5. PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT)

Emiten di bidang teknologi informasi berkode CENT mengantongi pendapatan Rp1,13 triliun pada paruh pertama tahun ini. Jika dirinci, pendapatan perusahaan melesat 93,08% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2022, perusahaan memiliki beban pokok pendapatan usaha sebesar Rp597,59 miliar dan beban usaha Rp671,04 miliar sehingga CENT rugi Rp130,29 miliar.

6. PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN)

APLN mencatatkan penurunan rugi bersih pada semester I-2022 sebesar 5,92% menjadi Rp 383,4 miliar dari rugi Rp 407,56 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Penurunan itu tak lepas dari perolehan penjualan dan pendapatan usaha senilai Rp 2,20 triliun pada semester 1-2022. Nilai ini melesat 41,75% dari periode yang sama tahun lalu Rp 1,55 triliun.

Corporate Secretary APLN Justini Omas menjelaskan, selain karena perekonomian ekonomi yang tumbuh positif 5,23% pada semester I-2022, strategi perusahaan untuk mempercepat pembangunan proyek-proyek properti juga menopang kenaikan pendapatan.

7. PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB)

Bank digital, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) mencatat rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp 611,43 miliar hingga semester pertama 2022. Kerugian tersebut membengkak 360% secara tahunan (year on year/yoy) dari sebelumnya yang sebesar Rp 132,86 miliar.

BYB membukukan kerugian naik 24 kali lipat menjadi Rp 302,73 miliar. Bakar duit melalui promosi juga meningkat 139,86% secara tahunan menjadi Rp 676,2 miliar.

Beban tenaga kerja juga terbang dari sebelumnya hanya Rp 66,93 miliar pada semester pertama tahun lalu menjadi Rp 124,2 miliar di semester pertama tahun ini. Belum lagi beban lainnya yang melesat jadi Rp 676,2 miliar dari sebelumnya Rp 102,74 miliar.

Alhasil, BBYB mencatat kerugian operasional Rp 606,65 miliar. Nilai ini melesat 357,6% dibanding periode sama tahun sebelumnya, Rp 132,57 miliar. Kerugian operasional ini yang kemudian turut menekan laba bersih BBYB.

8. PT First Media Tbk (KBLV)

Kinerja KBLV pada semester pertama 2022 kurang moncer. Pendapatan dan laba bersih semester pertama tahun ini kompak melemah.

BLV membukukan rugi bersih Rp 225,77 miliar, membengkak 48,63% secara tahunan menjadi Rp 225,77 miliar. Imbasnya, kerugian bersih yang ditanggung KBLV tercatat Rp 231,98 miliar dari sebelumnya untung 10,46 miliar semester pertama tahun lalu.

Beban umum bahkan lompat 62,82% secara tahunan menjadi Rp 43,93 miliar. Beban semakin besar setelah KBLV mencatat kerugian pelepasan investasi pada entitas asosiasi bersih Rp 120,89 miliar. Padahal, pos keuangan ini masih nihil di semester pertama tahun lalu.

Kerugian bersih akibat selisih kurs meningkat jadi Rp 52,13 miliar dari sebelumnya Rp 31,69 miliar. Kerugian atas pelepasan aset tetap berish bahkan lompat lebih dari 700% secara tahunan menjadi Rp 34,62 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular