Sudah 3 Hari Ambyar, Rupiah Makin Lemah Sentuh Rp 14.923/US$

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
14 September 2022 11:29
[DALAM] 15.000
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah tak berdaya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Rabu (14/9/2022). Meskipun indeks dolar AS sedang terkoreksi di pasar spot.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi tajam pada pembukaan perdagangan sebesar 0,47% ke Rp 14.920/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan koreksinya menjadi 0,49% ke Rp 14.923/US$ pada pukul 11:00 WIB. Dengan begitu, rupiah terkoreksi selama tiga hari beruntun.

Pada Selasa (13/9), Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) per Agustus 2022 berada di atas prediksi pasar di 8,3% secara tahunan (yoy). Inflasi masih didorong oleh kenaikan harga pangan yang melesat 11,4% secara tahunan dan menjadi kenaikan terbesar sejak Mei 1979. Meskipun, harga bensin telah menurun 10,6%.

Analis memprediksikan bahwa data ekonomi tersebut akan memberikan amunisi pada bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya hingga 75 basis poin (bps).

"The Fed pasti akan menaikkan suku bunga secara agresif pekan depan, kemungkinan 75 bps, sambil mendorong kembali dengan kuat terhadap pembicaraan tentang jeda jangka pendek dalam siklus pengetatan," tutur Analis BMO Capital Markets Toronto Sal Guatieri dikutip Reuters.

Setelahnya, indeks dolar AS pun berakhir melesat 1,44% ke 109,78 dan menjadi kenaikan terbesar secara harian sejak Maret 2022. Namun, hari ini pada pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS kembali terkoreksi 0,04% ke posisi 109,76.

Dari Tanah Air, semua mata akan tertuju pada rilis neraca perdagangan oleh Badan Pusat Statistik yang akan dirilis pada Kamis (15/9/2022). Namun, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2022 akan sedikit tergerus karena kian melandainya ekspor dan membengkaknya impor.

Neraca perdagangan Agustus 2022 diprediksikan sebesar US$ 4,12 miliar, menurun tipis dari US$ 4,23 miliar pada Juli 2022. Selain itu, konsensus memproyeksikan bahwa ekspor akan tumbuh 19,09% secara tahunan (yoy), sementara impor melesat 27,9%.

Jika terealisasi, nilai ekspor yang hanya di 19,09% (yoy) pada Agustus 2022, akan menjadi nilai terendah sepanjang tahun ini karena nilai ekspor Indonesia selalu berada di atas 20% sepanjang periode Januari-Juli 2022.

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan ekspor akan melambat pada Agustus sejalan dengan melemahnya aktivitas manufaktur di negara mitra dagang, mulai dari China, Jepang, hingga Amerika Serikat (AS).

Adapun, data Caixin/Markit Manufacturing Purchasing Managers' Index (PMI) menunjukkan aktivitas manufaktur China terkontraksi ke 49,5 pada Agustus tahun ini, dari fase ekspansif 50,4 pada bulan sebelumnya.

Sementara itu, PMI Manufaktur Jepang melandai menjadi 51,5 pada Agustus dari 52,1 pada Juli. PMI Manufaktur AS melemah menjadi 51,5 pada bulan lalu dibandingkan 52,2 pada Juli. PMI Manufaktur India melemah menjadi 56,2 pada Agustus dari 56,4 pada Juli.

Padahal, China, AS, India, dan Jepang merupakan empat besar pasar ekspor Indonesia dan berkontribusi sekitar 47% terhadap total ekspor Indonesia.

Di Asia, ternyata rupiah tidak sendirian. Yuan China menjadi mata uang dengan pelemahan paling tajam sebesar 0,58% terhadap si greenback. Kemudian disusul Mata Uang Garuda.

Sementara itu, hanya ada empat mata uang di Asia yang berhasil terapresiasi, di mana dolar Taiwan menjadi mata uang berkinerja terbaik dengan menguat 0,2% terhadap dolar AS. Kemudian di posisi kedua terdapat yen Jepang yang terapresiasi 0,1% di hadapan dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nasib Suku Bunga Fed Bisa Makin Jelas Besok, Rupiah KO Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular