
Himbara Kasih Ramalan Nasib Ekonomi RI, Berani Baca Nggak?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua UMUM Himbara, Sunarso mengatakan, perbankan juga menyoroti dan mencermati berbagai tantangan perekonomian dan geopolitik global yang dapat mengganggu kinerja. Gangguan itu diantaranya mulai dari kenaikan suku bunga The Fed, ancaman resesi, hingga krisis pangan akibat dari perang antara Rusia dan Ukraina.
Sunarso memaparkan, potensi terjadinya krisis pangan akibat konflik antara Rusia dan Ukraina diperkirakan menjadi faktor penyebab stagflasi. Ditambah, saat ini negara-negara di dunia juga dihantui resesi akibat lonjakan inflasi yang tinggi. Meskipun, potensi resesi di Indonesia relatif rendah.
"Potensi resesi Alhamdlilah banyak negara termasuk Amerika Serikat potensi resesi di dunia sangat tinggi, (tapi) Indonesia potensi resesinya hanya 3%. Sedangkan negara-negara lain potensi resesinya seperti Turki 70% potensinya," ujarnya dalam RDP dengan Komisi VI di DPR RI Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Kemudian, disrupsi rantai pasok karena pemerintah China melakukan pembatasan wilayah atau lockdown akibat dari kenaikan kasus Covid-19. Wilayah lockdown diterapkan di kawasan hub manufaktur yang dapat mempengaruhi rantai pasok global
Selanjutnya, kanaikan suku bunga The Fed yang agresif dalam merespons inflasi di negaranya yang akan mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal tersebut akan memacu arus modal keluar atau capital outflow. Sehingga, Bank Indonesia (BI) juga merspon dengan menaikkan suku bunga acuan 7days repo rate.
Selain itu, Sunarso melanjutkan, kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) juga menjadi tantangan perbankan kedepan. Kenaikan GWM disebabkan karena bank sentral melihat likuiditas di pasar cukup melimpah yang diiringi oleh kenaikan inflasi.
"Bank sentral melakukan market likuiditas manajemen. Ini dilakukan dengan cara meningkatkan GWM jadi 9% per September. Artinya kalau kita menyalurkan kredit Rp 100 triliun, maka kita harus nyari duit atau pinjaman dalam bentuk deposito, tabungan, giro itu Rp 109 triliun. Karena yang 9% nya harus kita jadikan bantalan dalam bentuk GWM di bank sentral. Itu tantangan bagi kami untuk mencari duit bantalan likuiditas yang tidak bisa disalurkan dalam bentuk kredit atau unloanable fund," jelasnya.
Di sisi lain, Sunarso mengungkapkan, terdapat beberapa faktor pendukung dalam pemulihan ekonomi nasional. Diantaranya, kasus covid-19 yang menurun atau terkendali, kenaikan harga komoditas yang dapat memperkuat cadangan devisa sebagai bantalan pemulihan ekonomi dalam negeri.
Belum lagi, potensi pendapatan pemerintah yang berasal dari perusahaan pelat merah dan pendapatan pajak. Serta, kebijakan pemerintah dalam pengalokasian dana APBN dan dana transfer daerah yang turut membantu pemulihan ekonomi nasional.
"Kalau kita lihat 4 bank ini membukukan laba yang signifikan itu menjadi potensi peningkatan pajak juga," pungkasnya.
(RCI/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Dunia Gelap di 2023, Mampukah RI Bertahan?