Seiring dengan IHSG, rupiah menguat tajam pada pekan kemarin di tengah hiruk pikuk kenaikan harga BBM subsidi. Mata uang Garuda bahkan menjadi salah satu yang terbaik di Asia.
Pada perdagangan Jumat (9/9/2022), rupiah ditutup menguat 0,45% ke posisi Rp 14.828/US$, di pasarspot. Posisi tersebut adalah yang terkuat sejak 26 Agustus lalu atau dalam 14 hari terakhir.
Pada minggu kemarin rupiah juga menguat 0,45% ptp. Dalam sebulan, mata uang Garuda menanjak 0,15% tetapi dalam setahun masih amblas 4,1%. Dalam lima hari perdagangan terakhir, rupiah ditutup melemah dua kali yakni pada Senin dan Rabu sementara sisanya ditutup pada zona hijau.
Perkasanya rupiah tidak bisa dilepaskan dari jebloknya dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang greenback melemah pekan kemarin, salah satunya karena kenaikan suku bunga acuan bank sentral Eropa.
Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps pada Kamis. Langkah tersebut kembali menguatkan euro yang sempat goyang dan sebaliknya membuat dolar AS terpuruk. Seperti diketahui, euro berkontribusi paling besar dalam pembentukan indeks dolar AS, sekitar 57%.
Dolar index yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang lainnya melandai 0,64% pada perdagangan Jumat ke posisi 109,0. Dolar index melemah 0,48% dalam sepekan terakhir. Ambruknya dolar AS inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa rupiah tetap menguat setelah kenaikan harga BBM.
Sementara harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (9/9/2022), di mana investor mencerana pernyataan dari ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) yang masih bernada hawkish.
Mayoritas investor memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan penurunan imbal hasil (yield). Namun untuk SBN tenor 25 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 25 tahun menanjak 2,6 basis poin (bp) ke posisi 7,522%. Sedangkan yield SBN tenor 30 tahun cenderung stagnan di posisi 7,294%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara berbalik menurun 3,3 bp ke posisi 7,177%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Indeks bursa Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Jumat (09/9/2022), didorong oleh kinerja keuangan emitan. Sementara investor masih mengevaluasi komentar terbaru dari Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell.
Dow Jones Industrial Average naik 377,19 poin, atau sekitar 1,19% menjadi 32.151,71. S&P 500 melonjak 1,53% menjadi 4.067,36, dan Nasdaq Composite naik 2,11% menjadi 12.112,31.
Saham DocuSign melesat lebih dari 10% tepat setelah mereka melaporkan kinerja keuangan yang melampaui ekspektasi pasar. Emiten tersebut juga mengumumkan proyeksi pendapatan untuk kuartal III/2022 yang di atas prakiraan pasar.
Kenaikan tersebut mengirim ketiga indeks utama keluar dari koreksinya selama tiga pekan beruntun. Di sepanjang pekan kemarin, indeks Dow Jones menguat 2,66%. Sedangkan indeks S&P 500 dan Nasdaq melesat yang masing-masing sebesar 3,65% dan 4,14%.
Meski begitu, pasar saham masih dibayangi oleh potensi kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed sebanyak 75 basis poin (bps) setelah Ketua Fed mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya berkomitmen untuk meredam inflasi.
"Menurut saya, orang-orang terlalu meremehkan apa yang harus dilakukan The Fed untuk melawan inflasi," tutur Direktur Utama di Richard Bernstein Advisors, Richard Bernstein dikutip CNBC International.
"Sangat ironis bahwa investor bahkan mempertimbangkan poros The Fed ketika suku bunga Fed sebenarnya tetap paling negatif secara historis. Jadi The Fed bahkan belum benar-benar memerangi inflasi dengan sungguh-sungguh. Kami tidak memiliki suku bunga dana Fed nyata yang positif. Sulit untuk membantah bahwa kita akan berubah menjadi sangat bullish dalam waktu dekar," tambahnya.
IHSG berpotensi terkoreksi wajar pada perdagangan hari ini karena berada di area resisten tinggi dan rawan aksi profit taking. Adapun IHSG dihadapkan dengan resisten kuat di 7.285. Jika mampu melewati resisten tersebut, selanjutnya akan ke 7.355. Sementara jika terkoreksi, 7.200 akan menjadi support IHSG.
Gerak IHSG pada minggu ini masih akan dipengaruhi oleh sentimen luar negeri. Fokus utama tertuju kepada Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.
The Fed berencana mempercepat pengurangan neraca pada bulan ini. Tindakan ini dikhawatirkan dapat membebani ekonomi dan membuat tahun ini lebih brutal untuk saham dan obligasi.
Setelah meningkatkan neraca menjadi $9 triliun setelah pandemi, The Fed mulai menurunkan beberapa Treasuries dan sekuritas berbasis hipotek yang dimilikinya pada Juni dengan kecepatan US$47,5 miliar. Telah diumumkan bahwa bulan ini mereka meningkatkan laju pengetatan kuantitatif menjadi US$95 miliar.
Skala pelonggaran The Fed belum pernah terjadi sebelumnya dan efek dari bank sentral yang mengakhiri perannya sebagai pembeli Treasuries yang konsisten dan tidak sensitif terhadap harga sejauh ini sulit untuk ditentukan dengan tepat dalam harga aset.
The Fed New York memproyeksikan bahwa bank sentral akan memangkas US$2,5 triliun dari kepemilikannya pada tahun 2025.
Sementara itu Orlando, di Federated Hermes, mengatakan setiap US$1 triliun pengurangan neraca Fed akan sama dengan tambahan 25 basis poin. Ian Lyngen, kepala strategi tarif AS di BMO Capital Markets, memperkirakan itu bisa bertambah hingga 75 basis poin hingga akhir 2023 saja.
Di sisi lain, Solomon Tadesse, kepala Strategi Kuantitas Amerika Utara di Societe Generale, percaya bahwa Fed pada akhirnya akan memotong US$ 3,9 triliun dari neraca, setara dengan sekitar 450 basis poin dalam kenaikan suku bunga implisit. The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 225 basis poin dan kenaikan 75 basis poin lainnya diharapkan akhir bulan ini.
"Bisa jadi kenaikan QT yang bisa memicu penurunan pasar berikutnya," tulis Tadesse, yang percaya S&P bisa turun ke kisaran 2.900-3.200.
Selain itu, pasar akan merespon mengenai berakhirnya era suku bunga rendah untuk melawan inflasi yang kian panas.
Otoritas Bank Sentral Eropa berencana menaikkan suku bunga acuan 2% untuk dua tahun ke depan. Rencana ini muncul setelah adanya peningkatan risiko ekonomi. Ini adalah aksi dalam memerangi rekor inflasi yang mencapai 9,1% meskipun kemungkinan resesi.
ECB menaikkan suku bunga deposito dari nol menjadi 0,75% pada hari Kamis dan Presiden Christine Lagarde mengarahkan untuk dua atau tiga kenaikan lagi, mengatakan suku bunga masih jauh dari tingkat yang akan membawa inflasi kembali ke 2%.
Seorang narasumber mengatakan kepada Reuters, mengatakan ini kemungkinan besar akan terjadi jika proyeksi inflasi ECB hingga 2025 masih di atas 2%. ECB saat ini melihat inflasi mencapai 2,3% pada 2024.
Dari dalam negeri, para pelaku pasar tampak masih mengkalkulasi dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap ekonomi Indonesia.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan kenaikan harga BBM akan mendongkrak inflasi sebesar 0,77% pada September 2022, berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu II September 2022.
Bensin menjadi komoditas penyumbang inflasi sampai minggu kecua September 2022 dengan 0,66% month-to-month (mtm). Diikuti oleh telur ayam ras sebesar 0,03% (mtm), beras dan tarif angkutan dalam kota masing-masing sebesar 0,02% (mtm),
Selanjutnya tarif angkutan antar kota, rokok kretek filter, dan bahan bakar rumah tangga (BBRT) masing-masing sebesar 0,01% (mtm).
Sementara itu, komoditas yang mengalami deflasi pada periode minggu kedua September yaitu bawang merah sebesar -0,06% (mtm), minyak goreng sebesar -0,03% (mtm), cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,02% (mtm), serta tarif angkutan udara sebesar -0,01% (mtm).
Para pelaku pasar pun akan mencermati data neraca perdagangan termasuk ekspor dan impor yang akan dirilis Kamis (15/9/2022).
Berdasarkan jajak pendapat Reuters, neraca dagang Indonesia pada Agustus 2022 mencapai US$4,15 miliar. Nilainya turun dari bulan Juli sebesar US$4,22 miliar. Penurunan ini akibat pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia untuk Agustus akan melambat dibanding bulan sebelumnya.
Ekspor diperkirakan akan bertumbuh 18,65% year-on-year/yoy, dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 32,03% yoy. Sedangkan impor diperkirakan akan tumbuh 27,54% yoy dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 39,86%.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Rilis data Neraca DagangĀ Inggris bulan Juli 2022 (13:00 WIB)
- Rilis PDB Inggris bulan Juli 2022 (13.00 WIB)
- Laporan WASSDE (23:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2022 YoY) | 5,44 % |
Inflasi (Agustus 2022, YoY) | 4,69% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2022) | 3,75% |
Surplus/Defisit Anggaran Sementara (APBN 2022) | -3,92% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2022) | 1,1% PDB |
Cadangan Devisa (Juli 2022) | US$ 132,2 miliar |
Ā
Ā
TIM RISET CNBC INDONESIA