
Sedang Tumbuh Tinggi, PDB Australia Diramal Hard Landing!

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Australia diprediksikan akan mengalami masalah meski melonjaknya harga komoditas telah mendorong ekonomi Australia terus tumbuh tinggi saat ini. Masalah utama yakni tingginya inflasi, yang membuat bank sentral Australia (RBA) telah menarik 'rem' dengan agresif.
Biro Statistik Australia melaporkan PDB pada kuartal II-2022 melesat ke 3,6% dari 3,3% pada kuartal sebelumnya. Bahkan, angka tersebut melampaui ekspektasi pasar yang memprediksikan di 3,4%. Angka pertumbuhan tersebut menjadi yang terbesar sejak 2011 karena Australia telah membuka kembali perbatasan domestik maupun internasional sejak Covid-19 melanda. Secara kuartalan, PDB Australia meningkat 0,9%.
Perekonomian Australia yang terus meningkat pesat, didominasi oleh ekspor yang melonjak. Ekspor melesat 5,5% dan berkontribusi menambah 1 poin persentase kepada PDB. Ekspor tersebut didominasi oleh pertambangan khususnya batu bara. Diketahui, sektor pertambangan memiliki porsi 13,5% terhadap total PDB.
Pada periode Januari-Juni 2022, nilai ekspor batu bara saja telah menghasilkan lebih dari AU$ 100 miliar dan berhasil membuat transaksi berjalan Australia surplus AU$ 18,3 miliar di Juni 2022 atau lebih dari enam kali lipat sejak Maret 2022. Surplus transaksi berjalan Australia telah berlangsung selama 13 bulan beruntun dan menjadi rekor terpanjang dalam sejarah.
Melesatnya nilai ekspor disebabkan harga batu bara acuan dunia yang melonjak. Bahkan, pada Selasa (6/9) harga batu bara kembali menyentuh posisi tertinggi sepanjang sejarah di US$ 460/ton.
Sementara, ekspor jasa melesat 13,7% mengindikasikan siswa internasional yang kembali ke Australia. Kenaikan tersebut menjadi yang tertinggi sejak September 2000, yang kala itu sedang digelar Olimpiade Sydney.
![]() ekspor australia |
Satu sisi, Australia tengah mengurangi porsi impornya karena pelonggaran pembatasan aktivitas telah mendorong masyarakatnya untuk berpergian ke luar negeri. Selain itu, konsumsi pemerintah juga turun 0,2 poin persentase karena penurunan pengeluaran pada sektor kesehatan.
Namun, PDB yang melesat tersebut diprediksikan menjadi awal dari perlambatan ekonomi.
"Ada perlambatan, jika belum, maka dipastikan akan datang," tutur Kepala Analis KPMG Brendan Rynne dikutip dari The Guardian.
"Perlambatan itu kemungkinan besar akan berakselerasi karena RBA terus mengerem ekonomi dengan menaikkan suku bunga dari level luar biasa rendah dalam beberapa waktu ini," tambahnya.
Pada Selasa (6/9), RBA menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 50 basis poin (bps) mengirim tingkat suku bunga ke 2,35% dan menjadi yang tertinggi sejak awal 2015. Langkah tersebut diambil sebagai respon untuk meredam angka inflasi yang melonjak.
"Jalan untuk membawa harga kembali ke keseimbangan adalah sempit dan diselimuti ketidakpastian, paling tidak karena perkembangan global," kata bank itu dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP.
Diketahui, inflasi di Australia pada kuartal II-2022 berada di 6,1% dan menyentuh posisi tertinggi dalam 21 tahun terakhir. Inflasi diperkirakan akan terus meningkat selama beberapa bulan ke depan, bahkan RBA memperkirakan inflasi akan mencapai puncaknya pada 7,75% tahun ini. Namun, akan turun menjadi 4% tahun depan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Kiamat Pekerja Hingga Suku Bunga Tinggi!