Internasional

Heboh 'Kiamat' Hantam India, Australia & Korsel, Ini Sebabnya

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
07 September 2022 08:00
The Indian national flag flies half-mast at presidential palace Rashtrapati Bhavan in New Delhi on July 9, 2022, following the death of former Japanese Prime Minister Shinzo Abe. - World leaders have recoiled in horror after Japan's former prime minister Shinzo Abe was shot dead during a campaign speech on July 8 -- an especially shocking assassination given the country's strict gun laws and low rates of violent crime. (Photo by Sajjad HUSSAIN / AFP) (Photo by SAJJAD HUSSAIN/AFP via Getty Images)
Foto: AFP via Getty Images/SAJJAD HUSSAIN

Jakarta, CNBC Indonesia - 'Kiamat' pasokan barang dan tenaga kerja masih terus melanda beberapa negara dunia. Salah satu negara yang sedang mengalaminya adalah India, Australia, dan Korea Selatan (Korsel).

Berikut krisis yang terjadi di ketiga negara tersebut, mengutip berbagai sumber:

India

Krisis minuman alkohol melanda wilayah sekitaran ibu kota India, New Delhi, akhir Agustus lalu. Hal ini disebabkan terbatasnya toko minuman alkohol yang diizinkan untuk membuka operasinya di wilayah kota itu.

Kekurangan toko ini sendiri dipicu oleh pengambilalihan kembali industri minuman keras lembaga Pemerintah Delhi pada 1 September. Hal ini terjadi karena adanya tuduhan korupsi saat izin usaha alkohol diserahkan pada pihak swasta.

Akibat pengambilalihan ini, banyak toko-toko swasta yang memutuskan untuk tidak lagi menyetok minuman alkohol. Ini kemudian membuat beberapa toko tutup setelah diborong oleh pembeli.

Pemerintah Delhi mengatakan bahwa lebih dari 300 penjual telah disiapkan di berbagai bagian kota dan 360 merek minuman keras telah mendaftar. Mereka menargetkan akan ada 500 toko yang beroperasi pada akhir tahun ini.

Departemen Cukai juga telah memberikan lisensi untuk penjual minuman keras di enam mal yang mulai beroperasi pada 1 September. Pejabat Bea Cukai sendiri menegaskan, proses pendaftaran merek minuman keras juga telah berjalan cepat, baik merek India (IMIL) dan minuman keras asing manufaktur India (IMFL).

Mengutip data Statista, konsumsi minuman keras di seluruh negeri adalah 5 miliar liter di 2020. Di 2024, angkanya diyakini naik hingga 6,21 miliar liter. Kenaikan konsumsi akibat sejumlah faktor, mulai dari ekonomi hingga pertumbuhan populasi urban.

Australia

Lebih serius dari India, Australia kini kekurangan pekerja saat ini. Penutupan perbatasan lebih dari dua tahun selama pandemi Covid-19, yang rupanya tak hanya menahan penyebaran virus, tetapi juga memblokir akses ke pekerja potensial untuk negara tersebut.

Masalah kekurangan pekerja ini juga terjadi akibat sistem visa Australia yang sulit dilalui para pekerja migran. Bahkan sebelum pandemi.

Diketahui bahwa ratusan ribu orang menunggu aplikasi visa mereka diproses. Ini menciptakan disinsentif bagi pelamar baru yang sangat terampil, yang mungkin mendapatkan penawaran di tempat lain.

Kini Australia akan melakukan berbagai cara agar mendapatkan pada pekerja kembali. Pekan lalu, pemerintah Australia meningkatkan jumlah migrasi permanen menjadi 195.000 dari tahun keuangan ini. Jumlah ini meningkat 35.000 orang.

Pengusaha berharap mereka akan membantu mengisi kesenjangan dalam angkatan kerja, tetapi dengan hampir setengah juta lowongan di seluruh negeri dan tingkat pengangguran 3,4%, level terendah hampir 50 tahun.

Korea Selatan (Korsel)

Berbeda sektor dengan Australia, Korsel kini terancam krisis semikonduktor. Dalam sebuah survei yang dimuat oleh media Yonhap, tujuh dari 10 ahli di negara itu menganggap industri pembuatan chip lokal berada dalam krisis karena berbagai faktor eksternal.

Hasil survei yang dilakukan Kamar Dagang dan Industri Korea (KCCI) mencatat sebanyak 76,7% responden mengatakan industri pembuatan chip lokal dalam keadaan krisis. Hanya 3,3% yang menjawab bahwa industri ini tidak dalam keadaan krisis.

Dari jumlah itu, 58,6% memprediksi bahwa prospek suram akan berlanjut hingga setelah tahun 2024. Selain itu, survei tersebut mengatakan 43,4% menganggap situasi saat ini sebagai yang terburuk dalam dekade terakhir.

Para ahli mengutip ketidaksesuaian dalam penawaran dan permintaan global dan ketegangan yang sedang berlangsung antara Washington dan Beijing. Di luar penyebab itu, para pakar juga menyoroti teknologi China yang berkembang pesat dan mulai mengancam industri semikonduktor di Negeri Ginseng.


(tfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Ungkap Negara-negara yang Minta Batu Bara RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular