Putin Beraksi Lagi, Euro Ambrol ke Bawah 1 Dolar AS

Market - Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 September 2022 14:29
FILE PHOTO: The German Central Bank (Bundesbank) presents the new 50 euro banknote at its headquarters in Frankfurt, Germany, March 16, 2017.     REUTERS/Kai Pfaffenbach/File Photo Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar euro jeblok lagi melawan dolar Amerika Serikat ke level terendah dalam 20 tahun terakhir. Penyebabnya, Rusia yang batal membuka saluran gas ke Jerman.

Pada perdagangan Senin (5/9/2022), euro sempat menyentuh US$ 0,9875, merosot 0,76% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak Desember 2002.

Untuk diketahui, mata uang euro secara resmi mulai digunakan dalam bentuk giral pada 1 Januari 1999. Sepanjang tahun ini euro sudah jeblok sekitar 13% melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Sejak peluncurannya tersebut, nilai euro menurun dan menyentuh level terlemah US$ 0,8225 pada 26 Oktober 2000. Artinya mata uang 19 negara ini semakin dekat dengan rekor terlemah sepanjang sejarah. Apalagi, sejak awal 2003, euro sebenarnya tidak pernah berada di bawah level paritas (EUR 1 = US$ 1).

Sementara melawan rupiah, euro berada di kisaran Rp 14.769/EUR, pelemahannya sepanjang tahun ini sekitar 9%.

Perusahaan gas Rusia, Gazprom, sejatinya akan mengalirkan kembali gasnya ke Eropa melalui jaringan gas Nord Stream 1 pada Sabtu (3/9/2022) setelah menjalani perawatan sejak 31 Agustus.

Namun, Gazprom mengatakan bahwa mereka tidak bisa beroperasi sesuai jadwal, dan akan terhenti hingga waktu yang belum ditentukan.

"Penyaluran gas melalui Nord Stream 1 akan dihentikan sepenuhnya sampai permasalahan terkait peralatan (turbin) terselesaikan," tulis Gazprom, seperti dikutip dariCNBC International.

Meski disebutkan sedang ada masalah turbin, tetapi banyak yang melihat penundaan tersebut sebagai langkah Presiden Vladimir Putin untuk menekan Eropa.

Jaringan Nord Stream 1 berkontribusi sekitar 35% gas di Benua Biru. Jaringan tersebut sebenarnya sudah membatasi kapasitas penyaluran hingga hanya 20% sejak Juni.

Dihentikannya penyaluran gas melalui Nord Stream 1 akan menghambat upaya negara-negara Eropa dalam mengisi kapasitas gas sebagai pasokan musim dingin. Dengan terus dihentikannya pasokan gas, harga energi menjadi meroket. Alhasil, inflasi meroket di Benua Biru akan terus tinggi.

Kurs euro pun jeblok, dan bisa memperparah inflasi. Alhasil, Benua Biru terancam mengalami resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Artikel Selanjutnya

Rubel Mata Uang Terbaik Dunia, Rusia 'Buang' Dolar AS & Euro!


(pap/pap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading