
Dolar AS Nanjak Lagi, Rupiah Cs Ambrol Berjamaah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah sempat terapresiasi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), kemudian berbalik arah dan terkoreksi hingga di pertengahan perdagangan Senin (5/9/2022). Indeks dolar AS kembali menguat di pasar spot dan menekan mayoritas mata uang di Asia.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah menguat pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,1% ke Rp 14.880/US$. Sayangnya, rupiah kembali melemah sebanyak 0,13% ke Rp 14.915/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Pekan lalu, indeks dolar AS masih berhasil membukukan kenaikan 0,6% secara mingguan dan menjadi kenaikan selama tiga pekan beruntun. Bahkan pada perdagangan pagi ini, indeks dolar AS kembali menyentuh rekor tertinggi terbaru sejak dua dekade di 110.
Namun, pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS kembali berada di posisi 109,96, memangkas penguatannya hanya menjadi 0,4% saja.
Pada Jumat (2/9), Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa pasar tenaga kerja mulai melonggar karena non-farm payrolls meningkat 315.000 pekerjaan di Agustus 2022 setelah melonjak 526.000 pada Juli 2022.
Bulan lalu menandakan pertumbuhan pekerjaan secara beruntun selama bulan ke-20. Angka tersebut juga hampir melampaui ekspektasi analis Dow Jones yang memproyeksikan 318.000 pekerjaan.
Sementara tingkat pengangguran naik menjadi 3,7% di Agustus 2022 dari level terendah sebelum pandemi sebesar 3,5% pada Juli 2022 karena ada sebanyak 786.000 orang yang memasuki periode angkatan kerja baru.Â
Namun, pertumbuhan upah mendingin, dengan penghasilan per jam rata-rata naik hanya 0,3% dari 0,5% di bulan Juli 2022. Hal tersebut menjadi tanda potensial bahwa bisnis mulai mengurangi jam kerja karena ketidakpastian ekonomi.
Selain itu, investor global masih akan fokus pada rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) per Agustus 2022 yang akan dirilis pada 13 September 2022, tepat sepekan sebelum bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menggelar pertemuan untuk mendiskusikan kebijakan moneternya pada 21-22 September 2022.
Dari dalam negeri, pada Sabtu (3/9) pemerintah Indonesia memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite sebanyak 30,72% dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter.
Kenaikan tersebut sebagai respons dari membengkaknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang telah memberikan subsidi senilai Rp 502 triliun.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman mengungkapkan kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72% dan Pertamax sebesar 16,00% tersebut secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt.
Sementara itu, kenaikan harga Solar sebesar 32,04% akan berkontribusi sebesar 0,17 ppt pada tingkat inflasi.
Menurutnya, hitungan ini sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut secara langsung, dan second round impact atau dampak lanjutan pada inflasi seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya pula.
"Dengan demikian, inflasi pada akhir tahun 2022 kami prediksi akan berada pada kisaran 6,27%, atau lebih tinggi dari angka proyeksi awal kami yang sebesar 4,60%," paparnya.
Adapun, inflasi inti diproyeksi akan berada pada kisaran 4,35% pada akhir tahun 2022. Sebagai catatan, lanjutnya, hanya terdapat empat bulan berjalan di sisa tahun 2022 ini sehingga dampak dari second round impact masih akan berlanjut pada tahun 2023, terutama pada semester pertama.
"Hal ini disebabkan adanya kondisi sticky price atau harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga. Oleh sebab itu, kami melihat inflasi pada tahun 2023 berpotensi akan berada pada kisaran 3,50-4,00%," paparnya.
Investor dalam negeri juga masih akan menunggu rilis cadangan devisa di Agustus 2022 yang dijadwalkan akan dirilis pada Rabu (7/9).
Keperkasaan dolar AS kembali menekan mayoritas mata uang di Asia, di mana hanya dolar Hong Kong yang berhasil menguat tipis 0,01% terhadap dolar AS.
Sementara, yuan China terkoreksi paling tajam 0,46% dan disusul oleh dolar Taiwan yang terkoreksi 0,39% terhadap dolar AS.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aaf/vap) Next Article Nasib Suku Bunga Fed Bisa Makin Jelas Besok, Rupiah KO Lagi?