
China Buat Juragan Sawit Pusing, Harga CPO Merana di Malaysia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) ambles 6,16% dalam sepekan. Penurunan terbesar terjadi pada dua hari perdagangan terakhir minggu ini, setelah China melakukan lockdown di beberapa wilayahnya.
Mengacu pada Refinitiv, harga CPO dalam dua hari awal pekan ini relatif stabil dan hanya mengalami penurunan sedikit, sedangkan dalam dua hari perdagangan terakhir secara kumulatif ambles 5,52%. Pada tengah pekan ini atau hari Rabu (31/9) bursa negeri jiran libur memperingati hari kemerdekaan Malaysia.
Pada sesi awal perdagangan Jumat (2/9), harga CPO dibuka anjlok 1,58% ke MYR 3.931/ton dan semakin tertekan dalam hingga akhirnya ditutup di harga MYR 3.915/ton
Harga CPO telah turun hingga 45% dari level tertinggi yang dicatatkan akhir April tahun ini atau tepat sehari setelah larangan ekspor CPO diberlakukan oleh pemerintah Indonesia. Pada 29 April 2022, harga CPO sempat menembus MYR 7.104/ton.
Selanjutnya harga CPO mulai turun signifikan secara cepat mulai dari isu kebijakan larangan ekspor dicabut pemerintah RI. Kebijakan tersebut resmi dicabut pada 23 Mei atau bertahan nyaris sebulan dan mampu dengan harga CPO tidak pernah turun di bawah level MYR 6.000/ ton pada medio tersebut.
Secara teknikal, Wang Tao, analis komoditas Reuters memprediksikan harga CPO akan menguji titik support di MYR 3.857/ton, penembusan di bawahnya dapat membuka jalan ke kisaran MYR 3.598-3.717/ton.
Harga CPO kerap dipengaruhi oleh laju harga minyak saingan karena mereka bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar. Selain itu, harga CPO juga tertekan oleh ekspektasi bahwa produksi akan lebih tinggi saat musim puncak produksi dimulai.
"Pada bulan ini, semua mata akan tertuju pada angka produksi Malaysia," kata Paramalingam Supramaniam, direktur Pelindung Bestari yang berbasis di Selangor dikutip Reuters.
Dia juga menambahkan bahwa produksi kelapa sawit di Malaysia diperkirakan akan meningkat saat perkebunan memasuki bulan-bulan puncak produksi, tetapi ekspor kemungkinan akan melambat karena harga yang kompetitif dari saingan yang lebih besar, Indonesia.
Sementara dari sisi permintaan berpotensi menurun ketika China kembali melakukan lockdown untuk melawan penyebaran virus Covid-19. Seperti diketahui, China masih memberlakukan zero Covid, sehingga ketika ada kasus baru maka mereka akan langsung lockdown wilayahnya.
Kota metropolitan Chengdu di barat daya Tiongkok mengumumkan penguncian 21,2 juta penduduknya saat pengujian massal Covid-19 di seluruh kota selama empat hari. Per Rabu (31/8), Chengdu melaporkan sebanyak 157 kasus Covid-19.
Penduduk Chengdu, ibu kota provinsi Sichuan, diperintahkan untuk tinggal di rumah mulai pukul 6 sore pada hari Kamis (1/9), di mana setiap keluarga diizinkan mengirim satu orang per hari untuk berbelanja kebutuhan.
Penerbangan ke dan dari Chengdu secara dramatis dibatasi, menurut data Flight Master. Pada pukul 10 pagi waktu setempat pada Kamis (1/9), sebanyak 398 penerbangan telah dibatalkan di Bandara Shuangliu. Sementara di Bandara Tianfu Chengdu, sebanyak 725 penerbangan, dibatalkan.
Kota-kota besar lainnya termasuk Shenzhen di selatan dan Dalian di timur laut juga telah meningkatkan pembatasan Covid minggu ini, mulai dari persyaratan kerja dari rumah hingga penutupan bisnis hiburan di beberapa distrik.
China merupakan konsumen CPO dunia terbesar setelah India. Bahkan, jika melansir data dari UN Comtrade, China merupakan konsumen terbesar kedua untuk CPO Indonesia pada periode 2016-2020, yang kontribusi impornya sebanyak 14% dari total impor CPO Indonesia. Maka dari itu, penguncian di China tentunya akan berdampak juga pada permintaan CPO dari dalam negeri.
Dengan begitu, banyaknya suplai di pasar nabati tidak sebanding dengan permintaan, sehingga harga CPO pun kembali melanjutkan koreksinya hingga hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Article Bulan Berkah, Harga CPO Naik Tipis.. Tren ke Depan Gimana?