
Pekan Lalu Ambles Hampir 15%, Kini Harga CPO Bangkit!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) melesat di sesi awal perdagangan pada Senin (27/6/2022), setelah mengalami penurunan hampir 15% pekan lalu.
Mengacu pada data Refinitiv, pukul 09:47 WIB, harga CPO dibanderol di level MYR 4.822/ton atau melesat 3,39%.
Namun, harga CPO masih drop 14,48% secara mingguan dan anjlok 26,93% secara bulanan.
Minyak sawit berjangka Malaysia mencatat penurunan 14,6% pada pekan lalu dan menjadi penurunan secara mingguan terbesar sejak pertengahan Maret 2022.
Menurut Pendiri Palm Oil Analytics Sathia Varga bahwa penurunan yang signifikan terhadap harga CPO dibebani oleh pelemahan harga minyak saingan yakni minyak kedelai dan prospek ekspor CPO dari Indonesia yang meningkat.
Harga minyak kedelai di Chicago Trade of Broad telah anjlok 5,3% pada Jumat (24/6) dipicu oleh kekhawatiran terhadap ekonomi global yang melambat, sehingga membatasi permintaan.
Pergerakan harga CPO turut dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait karena mereka bersaing untuk mendapatkan bagian di pasar minyak nabati global.
Selain itu, produsen utama CPO yakni Indonesia per Jumat (24/6) telah mengeluarkan izin ekspor CPO-nya sekitar 1,7 juta ton.
Meski begitu, para petani perkebunan CPO berharap pemerintah Indonesia membatalkan persyaratan bagi eksportir untuk menjual sebagian minyak sawit mereka untuk pasar domestik agar pabrik dapat membayar lebih untuk Tandan Buah Segar (TBS).
Indonesia sempat memberlakukan larangan ekspor CPO-nya dan menyebabkan harga TBS anjlok hingga 70%.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat Manurung mengatakan bahwa saat ini petani menghadapi hambatan karena 58 pabrik dari 1.118 pabrik di Indonesia telah berhenti membeli TBS dan 114 pabrik membatasi pembelian TBS dari para petani.
Harga TBS diperdagangkan pada kisaran Rp 1.150 hingga Rp 2.010 (US$ 0,0775 - US$ 0,1354) per kg, jauh di bawah tingkat ideal petani yaitu Rp 4.500.
"Pemerintah harus bergerak cepat untuk menaikkan harga TBS petani dengan mencabut peraturan yang menekan harga," kata Gulat Manurung dikutip dari Reuters pada Kamis (23/6).
Hal tersebut meningkatkan spekulasi bahwa di masa depan nilai ekspor CPO Indonesia akan meningkat, jika pemerintah Indonesia setuju untuk menghentikan Domestic Market Obligation (DMO) ketika pasokan minyak goreng telah pulih.
Meski ekspor CPO diproyeksikan akan naik, tapi permintaan CPO kian tertekan. Pasalnya, negara importir utama CPO dunia yaitu India diprediksi akan mengurangi permintaannya karena telah menemukan alternatif minyak nabati yang jauh lebih sehat untuk dikonsumsi.
Dalam beberapa tahun terakhir, pabrik minyak telah mulai mengekstraksi minyak beras, yang populer di kalangan konsumen peduli kesehatan. Minyak dedak padi dipercaya dapat menurunkan kolesterol dan memiliki kandungan anti-oksidan tinggi. Selain itu, bahan baku yakni dedak padi lebih cepat tumbuh di antara minyak nabati lainnya.
Di India, minyak jenis ini dijual 147.000 rupee India (US$ 1.879) per ton, sedangkan harga CPO masih lebih murah yakni 127.500 rupee. Meski demikian, harga CPO dan minyak dedak padi dinilai sangat kompetitif dengan perbedaan hanya 20.000 rupee, sehingga konsumen pun tetap memilih minyak nabati dengan khasiat lebih baik meski sedikit lebih mahal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DMO CPO Jadi 30%, Antara Konsumsi VS Energi