
BI Ramal Rupiah Rp 15.200/US$ di 2023, Yakin Tak Lebih Lemah?

Salah satu penyebab cukup kuatnya rupiah di tahun ini yakni tingginya harga komoditas. Indonesia mendapat "durian runtuh", neraca perdagangan mampu mencetak surplus 27 bulan beruntun.
Alhasil transaksi berjalan pun surplus, yang membuat pasokan valuta asing mengalir deras ke Indonesia.
Namun, di tahun depan pesta "durian runtuh" diperkirakan akan berakhir. Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Setianto mewanti-wanti sudah ada gejala harga komoditas di pasar internasional mulai turun.
Pada Juli 2022, indeks harga komoditas energi ada di 168,58. Sementara indeks harga komoditas makanan adalah 138,63, terendah sejak serangan Rusia ke Ukraina yang dimulai Februari lalu.
"Memang hingga Juli harga global menurun baik pangan dan energi. Ini perlu diwaspadai, barangkali jadi perhatian kita sebagai tanda berakhirnyawindfallharga komoditas," kata Setianto dalam konferensi pers pertengahan Agustus lalu.
Padahal, lanjut Setianto, kinerja ekspor Indonesia yang terus tumbuh lebih ditopang oleh kenaikan harga komoditas. Menurut volume, ekspor cenderung stagnan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Perry juga mengatakan hal yang sama.
"Ini (harga komoditas) tidak akan berulang atau setinggi ini tahun depan," ungkap Sri Mulyani, dalam konferensi pers usai rapat kabinet, Senin (8/8/2022).
Sementara itu Perry memberikan indikasi yang sama saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (31/8/2022)
"Yang perlu dicermati tahun depan, perekonomian dunia turun dan daya dukung ekspor tak akan sekuat 2 tahun terakhir termasuk tahun ini," ujarnya.
Artinya, jika harga komoditas akhirnya menurun, maka ada risiko neraca perdagangan dan transaksi berjalan tidak akan surplus lagi. Pasokan devisa valuta asing berisiko seret, daya tahan rupiah akan lebih lemah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Waspada Kenaikan Harga BBM
(pap/pap)