
Konglomerat Ini Makin Tajir Karena Batu Bara, Siapa Saja?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan Harga Batu Bara Acuan (HBA) September 2022 turun tipis 0,74% atau US$ 2,37 per ton dari Agustus 2022 menjadi US$ 319,22 per ton. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, penurunan HBA September ini dipengaruhi oleh turunnya nilai rata-rata indeks bulanan penyusun HBA, yaitu ICI turun 4,95%, Platts turun 4,54%, GNCC naik 1,60% dan NEX naik 1,39%.
"Selain itu, peningkatan produksi batu bara Tiongkok dalam upaya mereka mengatasi krisis listrik yang diakibatkan oleh gelombang panas dan kekeringan yang melanda pembangkit listrik tenaga air (PLTA)-nya juga turut menjadi faktor turunnya harga batubara dunia," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi, dikutip Jumat (1/9/2022).
Faktor lain yang turut memengaruhi, sambung Agung, adalah adanya upaya dari Tiongkok untuk terus meningkatkan impor batu bara dari Rusia dan Australia. "Ini menjadi salah satu penyebab index NEX dan GCNC trendnya masih terus naik," jelasnya.
Adapun pergerakan HBA sejak awal tahun 2022 sempat menyentuh nilai tertinggi pada Juni, di mana HBA terkerek hingga menyentuh angka US$ 323,91 per ton. Faktor kondisi geopolitik Eropa imbas konflik Rusia - Ukraina dan krisis listrik di India akibat gelombang hawa panas menjadi faktor pengerek utama.
Setelahnya, HBA cenderung fluktuatif mengalami kenaikan dan penurunan. HBA Juli ada di angka US$ 319,00 per ton dan Agustus lalu sebesar US$ 321,59 per ton.
Sebagai informasi, terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, suplai dan permintaan. Pada faktor turunan suplai dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di rantai pasok seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
HBA sendiri merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.
Berikut TIM RISET CNBC INDONESIA coba merangkum beberapa pihak yang diuntungkan dari kenaikan harga batu bara dunia.
1. Kiki Barki
Salah satu pengusaha nasional yang hartanya melejit karena reli harga batu bara tahun ini adalah Keluarga Barki, pemilik emiten pertambangan batu bara PT Harum Energy Tbk (HRUM).
Menurut laporan keuangan perusahaan yang terbit di situs Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan emiten yang ia kendalikan mencatatkan pertumbuhan pendapatan hingga 114% menjadi US$ 336,17 juta (Rp 4,82 triliun) dari semula hanya US$ 157,82 juta.
Pendapatan yang meningkat drastis mendorong kinerja laba bersih yang sepanjang tahun lalu meningkat 25,71% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 74,30 juta atau setara dengan Rp 1,06 triliun, dari laba bersih US 59,14 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Tahun lalu, nama Kiki Barki akhirnya muncul kembali dalam daftar 50 orang terkaya RI setelah absen tujuh tahun. Kekayaan bersihnya tahun lalu ditaksir mencapai US$ 1,6 miliar atau setara dengan Rp 22,96 triliun (kurs Rp 14.350/US$) dan bertengger di posisi 27 orang terkaya di Indonesia.
Sedangkan menurut data real time yang juga dikumpulkan oleh Majalah Forbes, kekayaan Kiki Barki saat ini kembali meningkat dari akhir tahun lalu dengan angkanya ditaksir mencapai US$ 2 miliar (Rp 28,7 triliun).
Senada dengan pendapatan dan laba yang meningkat, harga saham HRUM juga mengalami kenaikan signifikan. Meski sejak awal tahun sahamnya 'hanya mampu' naik 16,46%, akan tetapi dalam setahun terakhir saham perusahaan ini telah meningkat 123%.
2. Low Tuck Kwong
Dato' Dr. Low Tuck Kwong, dilahirkan di Singapura 17 April 1948 dan berganti kewarganegaraan menjadi WNI pada 1992 memperoleh pundi-pundi dari kepemilikan saham di PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Titik balik kesuksesannya terjadi pada tahun 1997 ketika ia mengakuisisi tambang batu bara pertamanya yaitu PT Gunungbayan Pratamacoal.
BYAN merupakan emiten batu bara dengan kapitalisasi terbesar di bursa domestik. Tercatat kapitalisasi pasarnya saat ini mencapai Rp 145 triliun, lebih besar dari Adaro Energy - tanpa memperhitungkan Adaro Minerals - ataupun emiten tambang batu bara pelat merah PTBA.
Akhir tahun lalu, Majalah Forbes menempatkan Low Tuck Kwong di posisi ke-18 orang terkaya di Indonesia dengan harta bersih ditaksir mencapai US$ 2,55 miliar.
Akan tetapi hingga Rabu (6/4), menurut data real time billionaire dari publikasi yang sama, harta Low Tuck kini menyentuh US$ 4 miliar atau bertambah Rp 20,80 triliun (US$ 1,45 miliar) dalam satu kuartal. Saat ini ia tercatat sebagai orang terkaya keenam di Indonesia.
Adapun saham yang dimiliki sepanjang tahun ini telah tumbuh lebih dari 60%, sedangkan dalam setahun terakhir harganya telah melonjak hingga 240%.