Batu Bara Ngamuk Usai Terkapar Dua Hari, Tembus US$ 415/Ton
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara akhirnya menguat setelah ambruk dua hari. Pada perdagangan Rabu (31/8/2022), harga batu kontrak Oktober di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 415,5 per ton. Menguat 1,96% dibandingkan hari sebelumnya.
Penguatan kemarin memutus tren negatif batu bara yang sudah berlangsung sejak awal pekan ini. Sejak 23 Agustus, harga batu bara bahkan lebih banyak bergerak di zona negatif, kecuali pada Jumat pekan lalu di mana pasir hitam menguat.
Secara keseluruhan, harga batu bara masih terpangkas 1,1% dalam sepekan secara point to point. Dalam sebulan, harga batu bara masih 5,6% sementara dalam setahun terbang 144,4%.
Kenaikan harga batu bara di antaranya ditopang aksi bargain buying trader yang membeli batu bara saat harga murah serta taruhan pelaku pasar di China. Dilansir dari Reuters, investor ramai membeli saham-saham perusahaan batu bara karena mereka yakin China akan berusaha sebisa mungkin membangkitkan kembali ekonominya. Kebangkitan ekonomi tersebut akan membuat penggunaan batu bara meningkat.
Dibandingkan sumber energi terbarukan seperti angin dan air, batu bara diyakini lebih bisa diandalkan sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi secara cepat.
Indeks batu bara melonjak 10% pada Agustus yang membuat keuntungan melonjak 50% dalam setahun. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kinerja saham blue-chip CSI300 yang anjlok 20%.
Guotai CSI Coal & Consumable Fuels Index ETF mengatakan aset di bawah pengelolaannya (AUM) naik lima kali lipat dibandingkan tahun lalu menjadi CNY 5 miliar (US$ 720 juta) pada akhir Juni.
"Permintaan batu bara masih besar di China. Pasokan dari energi terbarukan tidak stabil," tutur Yuan Yuwei, hedge fund manager dari Water Wisdom Asset Management.
Persoalan gelombang panas, mengeringnya Sungai Yangtze, serta belum penuhnya komitmen China dalam energi hijau hingga 2026 membuat sektor batu bara diperkirakan masih tumbuh ke depan.
"Saham batu bara adalah target investasi yang aman karena valuasinya yang termasuk konservatif serta adanya kenaikan harga terus menerus," tutur Xu Chengcheng, fund manager Guotai.
Xu mencontohkan China Shenhua Energy, perusahaan tambang terbesar di China melaporkan kenaikan pendapatan hingga 58% pada semester I-2022. Sementara itu, perusahaan besar lainnya Yankuang Energy Group diperkirakan membukukan laba hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Kenaikan harga batu bara juga ditopang oleh masih meningkatnya permintaan dari Eropa. Sejumlah negara di Eropa masih berkutat dengan sulitnya mencari pasokan batu bara.
Dari Polandia, puluhan truk dan mobil dilaporkan antri untuk mendapatkan pasokan batu bara langsung dari pertambangan Lubelski Wegiel Bogdanka. Ada sekitar 3,5 juta rumah tangga Polandia yang menggantungkan batu bara sebagai sumber pemanas. Mereka tengah dipicu kekhawatiran persoalan kekurangan pasokan setelah embargo ke Rusia.
Polandia sebenarnya merupakan salah satu produsen utama batu bara di Eropa dengan jumlah produksi mencapai 50 juta per tahun. Namun, tingginya kebutuhan serta embargo ke Rusia membuat pasokan menipis.
Artur, misalnya, harus mengantri selama tiga hari untuk membeli beberapa ton batu bara untuk keluarganya. "Ini jelas di luar imajinasi saya. Orang-orang tertidur di mobil. Kami seperti ke era komunis bahkan lebih buruk," tutur Artur, seperti dikutip dari euroreporter.co.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)