Ulah RI Membuat Harga CPO Tergelincir 0,72% ke MYR 4.144/Ton
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Malaysia Derivatives pada perdagangan Rabu (31/8/2022) ditutup untuk memperingati Hari Nasional dan akan kembali dibuka pada 1 September 2022.
Mengacu pada data Refinitiv, minyak sawit berjangka Malaysia pada Selasa (30/8) berakhir turun 0,72% menjadi MYR 4.144/ton (US$923,78/ton).
Dengan begitu, harga Crude Palm Oil/CPO ambles 3,6% di sepanjang bulan ini dan menjadi penurunan keempat secara bulanan karena terbebani oleh meningkatnya produksi pada CPO Malaysia.
"Pada bulan September, semua mata akan tertuju pada angka produksi Malaysia," kata Paramalingam Supramaniam, direktur Pelindung Bestari yang berbasis di Selangor dikutip Reuters.
Dia juga menambahkan bahwa produksi kelapa sawit di Malaysia diperkirakan akan meningkat saat perkebunan memasuki bulan-bulan puncak produksi, tetapi ekspor kemungkinan akan melambat karena harga yang kompetitif dari saingan yang lebih besar, Indonesia.
Selain itu, harga CPO turut dibebani oleh harga minyak saingan yang terkoreksi. Harga minyak kedelai di Dalian berakhir anjlok 1,1% dan harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade tergelincir 1,2%.
Minyak sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait karena mereka bersaing untuk mendapatkan bagian di pasar minyak nabati global. Sehingga, ketika harga minyak kedelai terkoreksi, tentunya akan membebani laju harga CPO juga.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia telah memberikan berbagai kebijakan untuk membuat CPO kian menarik di pasar nabati. Pada Senin (29/8), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah memutuskan untuk memperpanjang pembebasan pungutan ekspor hingga 31 Oktober 2022.
"Perpanjangan pungutan dimaksudkan untuk menjaga momentum saat ini, di mana harga minyak sawit mulai stabil, harga minyak goreng mulai turun dan harga tandan buah segar mulai naik," tuturnya.
Pembebasan pungutan ekspor minyak sawit telah berlaku sejak 15 Juli 2022 hingga 31 Agustus 2022, tapi kemudian diperpanjang hingga 31 Oktober 2022. Hal tersebut dilakukan guna mendorong ekspor minyak nabati, di tengah penumpukan stok domestik yang disebabkan oleh larangan ekspor CPO pada Mei 2022 silam.
Jika produksi CPO Malaysia meningkat dan dibarengi dengan persediaan CPO Indonesia yang membengkak, bukan hal yang tidak mungkin bahwa harga CPO akan tertekan ke depannya. Hal tersebut karena supply akan melebihi demand dan membuat harga CPO akan turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)