Ringgit Malaysia Jeblok, Terlemah 24 Tahun! Rupiah Aman?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar ringgit terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) di tahun ini, bahkan mendekati level terlemah dalanm 24 tahun terakhir. Di sisi lain, rupiah meski melemah tetapi tidak terlalu besar, bisa dikatakan masih cukup stabil.
Capital outflow yang dialami Malaysia dikatakan menjadi pemicu pelemahan ringgit belakangan ini. Indonesia sebenarnya juga mengalami hal yang sama, tetapi rupiah masih cukup perkasa.
Melansir data Refinitiv, ringgit pada perdagangan hari ini menguat 0,16% ke MYR 4,4810/US$, tetapi masih belum jauh dari level terlemah tahun ini yang juga dekat level terlemah sejak 1998 MYR 4,4890/US$ yang disentuh Senin kemarin.
Sepanjang tahun ini, ringgit tercatat jeblok 7,6%. Dibandingkan dengan rupiah, sepanjang tahun ini pelemahannya sekitar 4%.
Malaysia dan Indonesia sebenarnya sama-sama diuntungkan dengan tingginya harga komoditas, khususnya minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Tetapi belakangan ini harga CPO berbalik turun dari rekor tertingginya di tahun ini. Jika terus berlangsung, maka ringgit Malaysia diperkirakan akan tertekan.
Meski demikian, Galvin Chia, ahli stretegi negara berkembang di NatWest Markets Singapura mengatakan aliran modal lebih menentukan pergerakan ringgit ketimbang perdagangan.
"Pergerakan ringgit kemungkinan lebih ditentukan oleh aliran portofilio ketimbang perdagangan," kata China sebagaimana dilansir The Straits Times, Rabu (24/8/2022).
Dalam 2 bulan terakhir, Malaysia memang menderita capital outflow yang masif. Ekonom senior di UOB Group mengatakan selama Juli terjadi outflow sebesar MYR 3,4 miliar, sementara di bulan sebelumnya MYR 5,4 miliar.
Dengan demikian, pada periode Januari - Juli, Malaysia berbalik mencatat capital outflow sebesar MYR 600 juta, padahal pada periode Januari - Juni masih tercatat inflow MYR 2,9 miliar.
Indonesia sebenarnya mengalami hal yang sama, sepanjang tahun ini capital outflow tercatat sebesar Rp 126,8 triliun, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).
Sementara di pasar saham, tercatat inflow Rp 65,5 triliun. Sehingga masih tercatat outflow sebesar Rp 61,3 triliun.
Meski demikian, rupiah masih cukup kuat menahan gempuran dolar AS.
Salah satu penyebabnya yakni komposisi ekspor Indonesia yang masih didominasi komoditas.
Ekspor utama Malaysia bukan lah CPO. Berdasarkan data dari Trading Economics, CPO hanya berkontribusi sebesar 5% terhadap total ekspor. Barang elektronik dan peralatan listrik merupakan ekspor utama Malaysia dengan kontribusi sebesar 36%.
Berbeda dengan Indonesia, ekspor utama masih komoditas, khususnya batu bara dan CPO. Keduanya berkontribusi lebih dari 30% dari total ekspor. Dengan harga batu bara yang masih tetap tinggi, maka Indonesia masih diuntungkan, neraca perdagangan terus mencetak surplus, devisa pun mengalir ke dalam negeri.
Sementara Malaysia, dengan perekonomian yang melambat, ekspornya tentunya akan terpukul. Apalagi pasar utamanya seperti China (13% dari total ekspor) dan Eropa (10% dari total ekspor) sedang mengalami pelambatan ekonomi hingga risiko resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Antiklimaks! Dolar Yang 'Sakti Mandraguna' Akhirnya Jeblok
(pap/pap)