Bursa Asia Kompak Merah Gegara Powell, Shanghai Hijau Sendiri
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (29/8/2022) awal pekan ini, di mana investor cenderung merespons negatif dari komentar ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) pada simposium Jackson Hole Jumat pekan lalu.
Indeks Nikkei Jepang memimpin koreksi bursa Asia-Pasifik pada hari ini, yakni ambruk 2,66% ke posisi 27.878,96.
Selain Nikkei, indeks KOSPI Korea Selatan dan ASX 200 Australia juga ditutup ambles di kisaran 2%. KOSPI anjlok 2,18% ke 2.426,89 dan ASX 200 ambrol 1,95% ke 6.965,5.
Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura ditutup merosot 0,87% ke posisi 3.222,26, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,73% ke 20.023,22, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir turun tipis 0,04% menjadi 7.132,045.
Hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni menguat 0,14% ke posisi 3.240,73.
Penyebab jatuhnya bursa Asia-Pasifik adalah respons negatif pelaku pasar terhadap pernyataan ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) pada Jumat pekan lalu di perhelatan tahunan bank sentral, simposium Jackson Hole.
Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell membuat pasar ketar-ketir, di mana dia menegaskan masih akan terus menaikkan suku bunga dengan agresif hingga inflasi melandai.
Alhasil, harapan Powell akan sedikit mengendurkan kenaikan suku bunga pun sirna, resesi Negeri Paman Sam semakin di depan mata.
"Memulihkan stabilitas harga kemungkinan membutuhkan stance yang ketat dalam waktu yang lama. Catatan sejarah sangat menentang pelonggaran kebijakan moneter yang prematur," kata Powell dalam acara simposium Jackson Hole, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (26/8/2022) lalu.
Bagi pelaku pasar sebelumnya, inflasi di AS sudah menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya. Tetapi dengan pernyataan Powell tersebut, pasar pun berubah pikiran dan mereka melihat tren penurunan inflasi masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed pada Juli tercatat tumbuh 6,3% secara tahunan (year-on-year/yoy), turun dari bulan sebelumnya 6,8% (yoy). Meski menurun, tetapi masih di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 4,6% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya 4,8% (yoy).
Powell mengatakan, The Fed tidak akan terpengaruh dengan data selama satu atau dua bulan, dan masih akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi mendekati target 2%.
Artinya, The Fed akan tetap bertindak agresif di tahun ini sampai ada tanda-tanda inflasi melandai. The Fed sepertinya mengorbankan perekonomian demi menurunkan inflasi, ketimbang membiarkannya terus lepas kendali.
Memang, salah satu cara cepat untuk menurunkan inflasi adalah resesi. Ketika resesi terjadi, maka dari sisi permintaan (demand) akan terjadi penurunan yang pada akhirnya menurunkan inflasi.
Di kuartal II-2022, perekonomian AS sebenarnya mengalami kontraksi. Hal yang sama terjadi di kuartal sebelumnya. Hal tersebut biasanya disebut sebagai resesi, tetapi banyak ekonom menyatakan ekonomi AS tidak resesi melihat pasar tenaga kerja yang kuat.
Namun, Powell sudah menyatakan pasar tenaga kerja melemah, dan perekonomian AS akan merasakan "beberapa penderitaan" yang menjadi indikasi The Fed melihat resesi akan terjadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)