Pidato 8 Menit Tak Lagi Sakti, Penurunan IHSG Hanya 0,04%

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
29 August 2022 15:39
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi tipis pada perdagangan Senin (29/8/2022) awal pekan ini. Sentimen pasar pada hari ini cenderung negatif, sehingga investor cenderung melakukan aksi profit taking.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup turun tipis 0,04% ke posisi 7.132,045, setelah melewati perdagangan yang cukup sulit pada hari ini.

IHSG sebelumnya sempat ambles lebih dari 1% pada awal perdagangan sesi I atau pagi hari ini. Tetapi menjelang perdagangan siang hari, koreksi IHSG terus terpangkas dan pada akhirnya berhasil ditutup turun tipis-tipis saja.

Pada awal perdagangan sesi I hari ini, IHSG dibuka ambles 1,31% ke posisi 7.041,79. Selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG makin ambles hingga 1,43%. Tetapi sekitar pukul 10:00, IHSG mampu bangkit, namun tidak bisa berbalik ke zona hijau hingga akhir perdagangan hari ini.

Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitaran Rp 12 triliun dengan melibatkan 29 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 191 saham menguat, 357 saham melemah, dan 154 saham lainnya stagnan.

Saham PT Bumi Resorces Tbk (BUMI) kembali menjadi saham paling besar nilai transaksinya pada hari ini, yakni hingga mencapai Rp 913,6 miliar.

Sedangkan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi yang mencapai Rp 582,7 miliar dan saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) di posisi ketiga sebesar Rp 505,5 miliar.

Dari pergerakan sahamnya, saham BUMI ditutup melemah 0,58% ke posisi Rp 170/unit. Tetapi, saham BBCA melesat 1,88% ke Rp 8.150/unit dan saham TLKM menguat 0,67% ke RP 4.520/unit.

Tanda-tanda IHSG bakal jeblok sudah terlihat sejak akhir pekan lalu. Sebabnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street yang ambrol pada perdagangan Jumat waktu setempat.

Sebagai kiblat bursa saham dunia, jebloknya Wall Street tentunya berdampak negatif ke bursa lainnya, termasuk IHSG.

Ambruknya Wall Street tentunya disebabkan karena pelaku pasar cenderung merespons negatif dari komentar ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell di acara tahunan bank sentral yakni simposium Jackson Hole pada Jumat pekan lalu.

Powell menegaskan masih akan terus menaikkan suku bunga dengan agresif hingga inflasi melandai. Alhasil, harapan Powell akan sedikit mengendurkan kenaikan suku bunga pun sirna dan resesi Negeri Paman Sam semakin di depan mata.

"Memulihkan stabilitas harga kemungkinan membutuhkan stance yang ketat dalam waktu yang lama. Catatan sejarah sangat menentang pelonggaran kebijakan moneter yang prematur," kata Powell dalam acara simposium Jackson Hole, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (26/8/2022) lalu.

Bagi pelaku pasar sebelumnya, inflasi di AS sudah menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya. Tetapi dengan pernyataan Powell tersebut, pasar pun berubah pikiran dan mereka melihat tren penurunan inflasi masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Powell mengatakan, The Fed tidak akan terpengaruh dengan data selama satu atau dua bulan, dan masih akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi mendekati target 2%.

Artinya, The Fed akan tetap bertindak agresif di tahun ini sampai ada tanda-tanda inflasi melandai. The Fed sepertinya mengorbankan perekonomian demi menurunkan inflasi, ketimbang membiarkannya terus lepas kendali.

Memang, salah satu cara cepat untuk menurunkan inflasi adalah resesi. Ketika resesi terjadi, maka dari sisi permintaan (demand) akan terjadi penurunan yang pada akhirnya menurunkan inflasi.

Selain itu, dari dalam negeri, isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yakni Pertalite dan Solar juga memperburuk sentimen. Ketika BBM subsidi tersebut naik, maka inflasi akan melesat dan daya beli masyarakat menurun. Pertumbuhan ekonomi pun akan kena getahnya.

Informasi yang diterima oleh CNBC Indonesia, kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi ini akan diumumkan pada 31 Agustus mendatangf, dan harga baru kedua jenis BBM tersebut akan berlaku pada 1 September 2022.

"Pada hari Senin (29/8/2022) akan ada rapat lanjutan mengenai tindak lanjut rapat-rapat sebelumnya," ungkap sumber tersebut kepada CNBC Indonesia, Sabtu (27/8/2022) lalu.

Sementara itu, dari sumber tersebut juga, kemungkinan kenaikan harga BBM Pertalite di SPBU Pertamina masih akan berada di bawah Rp 10.000 per liter dengan rentang kenaikan Rp 1.000 sampai Rp 2.500 dari harga yang saat ini Rp 7.650 per liter.

"Kemungkinan di bawah Rp 10.000/liter," kata sumber tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular