
Tarif Naik Tapi Komisi Diminta Turun, Nasib GOTO Bagaimana?

Saham GOTO sebenarnya telah lama ditunggu-tunggu oleh para investor lokal yang mengharapkan dapat mewujudnya mimpi memiliki perusahaan teknologi yang dapat naik signifikan di masa depan. Cetak biru saham teknologi Wall Street menjadi acuan, seperti Amazon, Facebook hingga Tesla.
Namun kondisi makroekonomi global yang sedang berat serta himpitan dari menjamurnya kompetitor lokal, regional dan global membuat sejumlah investor mengukur kembali ambisinya. Senada analis juga mengirimkan sinyal serupa.
Data Refinitiv mencatat bahwa secara rata-rata dari 9 analis rekomendasi yang diberikan memiliki bobot 2,56 atau setara dengan hold. Lima analis menyaran beli, satu menyarankan tahan dan tiga lainnya menyaran jual.
Selanjutnya secara rerata target harga GOTO adalah Rp 368 atau 9% lebih tinggi dari harga IPO. Target harga tertinggi tercatat Rp 500 dan terendah Rp 224.
Selain analis CLSA yang baru mengubah ratingnya, analis lain yang sebelumnya telah memberikan rating beli pada GOTO termasuk dari Danareksa (target Rp 410), Nomura (target Rp 416) dan Ciptadana (Rp 500).
Sebelumnya, Morgan Stanley sempat mengirimkan sinyal jual dan memberi peringkat underweight dengan target harga Rp 230 bagi saham GOTO.
Morgan Stanley menyebut saham GOTO saat ini masih kemahalan, apabila dibandingkan dengan kompetitor lokal dan regional seperti Grab dan induk Shopee, Sea Limited yang keduanya melantai di Wall Street.
Grab yang kapitalisasi pasarnya kini tinggal setengah dari GOTO bahkan memiliki kinerja serta likuiditas yang lebih baik. Meski demikian GOTO yang ikut ambil andil dalam duopoli ride-hailing dan e-commerce di Indonesia memiliki keuntungan kompetitif dalam berlaga di pasar domestik RI yang memiliki potensi pertumbuhan besar.
SmartEstimate Refinitiv atas laporan sejumlah analis memperkirakan memperkirakan tahun ini pendapatan GOTO akan mencapai Rp 8,62 triliun dengan total kerugian Rp 25,92 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/dhf)[Gambas:Video CNBC]