
Selisih Suku Bunga Melebar, Dolar Australia Terkapar!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Rabu (24/8/2022). Bank Indonesia (BI) yang mengerek suku bunga acuannya kemarin membuat selisih dengan suku bunga bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) kembali melebar, yang menguntungkan bagi rupiah.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 13:26 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.258/AU$, melemah 0,2% di pasar spot.
Seperti diketahui, Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG BI Agustus, Selasa (23/8/2022).
Inflasi yang diprediksi meningkat menjadi salah satu alasan BI menaikkan suku bunga.
BI memperkirakan inflasi umum pada keseluruhan 2022 akan mencapai 5,2%. Sementara inflasi inti diperkirakan bisa menembus level 4,15%.
"Pada akhir tahun ini bisa lebih tinggi 4,15% itu adalah inflasi inti dan dengan perkembangan itu, inflasi IHK di atas 5% atau 5,24%," jelasnya.
Meski suku bunga dinaikkan dan inflasi meningkat, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi masih akan tinggi.
"(Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022) sudah tinggi yaitu 5,44%, ini lebih tinggi dari perkiraan BI yang 5,1%. Pada kuartal III-2022 juga tinggi, bahkan bisa lebih tinggi dari kuartal II-2022," kata Perry.
Di sisi lain, RBA sudah 4 kali mengerek suku bunganya. Di awal bulan ini RBA menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 1,85%, yang merupakan level tertinggi dalam 6 tahun terakhir. Kenaikan suku bunga dalam 4 bulan beruntun menjadi yang paling agresif sejak awal 1990.
Namun, dengan suku bunga yang tinggi, ekspansi dunia usaha menjadi melambat, bahkan sudah menunjukkan dampaknya ke pasar tenaga kerja yang membuat dolar Australia merosot pada pekan lalu.
Pada Jumat (19/8/2022) lalu, Biro Statistik Australia melaporkan sepanjang bulan Juli terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pun berhenti bekerja sebanyak 40.900 orang. Ini merupakan kali pertama terjadi sejak Oktober 2021.
"Ini pertama kalinya jumlah orang yang berkerja mengalami penurunan sejak Oktober 2021, setelah terjadi pelonggaran lockdown akibat Covid-19 varian Delta pada akhir 2021 lalu," kata Bjorn Jarvis, kepala Biro Statistik Australia, sebagaimana dilansir ABC News.
Ekonom senior di AMP Capital, Diana Mousiana, mengatakan rilis data tersebut menjadi indikasi awal jika pasar pasar tenaga kerja sudah mencapai puncaknya.
"Saya rasa kita berada di titik balik perekonomian, di mana data menunjukkan sentimen konsumen, tingkat keyakinan bisnis, leading indikator, sudah mulai melambat," kata Mousiana.
"Beberapa leading indikator pertumbuhan tenaga kerja juga melambat, seperti niat untuk merekrut karyawan, hingga pembukaan lapangan kerja," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
