Ini Pemicu Rupiah dan Mata Uang Kawasan Asia Ambrol Berjamaah

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali tak berdaya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hingga di pertengahan perdagangan Senin (22/8/2022). Kondisi ini terjadi di tengah isu kenaikan harga Bahan Bakar (BBM).
Selain itu, investor masih menunggu keputusan Bank Indonesia (BI) mengenai kebijakan moneter pekan ini
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,1% di Rp 14.850/US$. Sayangnya, rupiah terkoreksi lebih dalam sebanyak 0,24% menjadi Rp 14.870/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Isu dalam negeri mengenai kenaikan harga BBM jenis Petralite kian santer, setelah nilai impor per Juli 2022 melesat khususnya pada minyak dan gas. Ditambah, adanya kenaikan harga minyak mentah dunia, kian membebani subsidi pemerintah. Di sepanjang tahun ini, pemerintah Indonesia tercatat telah menggelontorkan dana senilai Rp 520 triliun untuk subsidi.
Selain itu, para pelaku pasar masih menunggu keputusan kebijakan moneter dari MH Thamrin. BI dijadwalkan akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2022 yang akan berlangsung selama dua hari pada 22 dan 23 Agustus 2022.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan sebagian besar lembaga/institusi memproyeksikan BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%.
Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 11 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,50%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 3,75% pada bulan ini.
Sebagai informasi, suku bunga acuan BI sebesar 3,5% sudah berlaku sejak Februari 2021 atau 18 bulan terakhir.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan inflasi inti dan stabilitas rupiah masih terkendali. Kondisi ini menjadi modal bagi BI dalam mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini.
"Data inflasi inti dan pergerakan rupiah cenderung masih dalamappetiteBI," tutur Irman, kepadaC NBC Indonesia.
Inflasi inti pada Juli tercatat 0,28% (month to month/mtm) dan 2,86% (year on year/yoy). Inflasi inti tahunan sebenarnya sudah merangkak naik dari 1,84% pada Januari menjadi 2,86% pada Juli. Namun, dalam beberapa kesempatan Perry selalu menegaskan jika inflasi inti masih terkendali di sasaran BI 2-4%.
Sementara itu, inflasi umum pada Juli menembus 0,64 % (month on month/MoM), melesat dibandingkan yang tercatat pada Juni yakni 0,61%.Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi pada Juli terbang ke angka 4,94%. Catatan tersebut adalah yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Laju Mata Uang Garuda terbebani oleh keperkasaan dolar AS di pasar spot. Indeks dolar AS telah melesat 2,33% selama pekan lalu dan menjadi reli secara mingguan terbaik sejak April 2020. Ditambah, dengan potensi kenaikan suku bunga acuan selanjutnya oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kian menopang penguatan si greenback.
Namun, pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya terkoreksi 0,03% ke posisi 108,132. Meski terkoreksi, tapi dolar AS berada di dekat rekor tertinggi selama dua dekade di 109,29.
"Pejabat The Fed menekankan pesan bahwa lebih banyak kenaikan suku bunga akan datang mengingat perang melawan inflasi belum dimenangkan," tutur Ahli Strategi FX National Australia Bank dikutip Reuters.
Mengacu pada alat ukur FedWatch, para pelaku pasar melihat peluang sebesar 47,5% untuk kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) pada pertemuan 21-22 September 2022. Sementara 52,5% melihat peluang kenaikan 50 bps.
Di Asia, mayoritas mata uang ambrol terhadap dolar AS, hanya rupee India dan dolar Taiwan yang berhasil menguat meski tipis saja.
Sementara, baht Thailand terkoreksi paling besar 0,45% terhadap dolar AS, disusul oleh Mata Uang Garuda.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Jurus Perry Warjiyo & BI Jaga Rupiah Dari Amukan Dolar AS
(aaf)